Petani sedang bekerja di sawah. (BP/dok)

Pertanian di Indonesia khususnya di Bali tetap menjadi pembicaraan hangat. Banyak cerita, harapan, usul, solusi, dan sebagainya yang dicuatkan. Seberapa jauh kemudian sektor ini menjadi fokus utama? Belum tentu, dari banyak usulan, tetap saja sektor ini menjadi dagangan politik saja.

Belum ada penyelesaian integral holistik untuk menyasar sektor ini secara lebih baik. Lompatan dari masyarakat agraris ke industri pariwisata tak pelak tetap menyisakan kegamangan. Belum pasti benar apakah kita ini masih bertahan di sektor agraris atau memang sudah migrasi ke industri  pariwisata.

Pertanian tetap menjadi acuan perkembangan pariwisata Bali. Pertanian masih menjadi primadona. Namun, seberapa jauh primadona ini tetap menjadi andalan? Faktanya, sektor pertanian kini tetap menjadi sektor krusial. Penyempitan lahan, alih fungsi lahan, iklim yang tidak menentu, dan seabreg permasalahan lain.

Baca juga:  Memeratakan Kesejahteraan Penduduk NKRI

Kalau kemudian sektor ini dijadikan industri, apa mungkin? Perlu modal besar dan lahan luas. Apakah sektor ini mampu atau tidak. Yang lebih jelas, apakah pengambil kebijakan di daerah ini mau atau tidak. Atau tetap menjadikan pertanian seperti sekarang ini. Maju tidak, perlahan lahan mau tenggelam, barang kali ini yang lebih pas. Yang lebih realistis, sektor ini tetap ditandemkan ke sektor pariwisata. Sebagai  pendukung dengan ditopang kekuatan legal formal. Seperi keputusan gubernur atau bupati yang “memaksa” insan pariwisata untuk mengadopsi hasil pertanian.

Juga mesti ada komitmen sektor pariwisata untuk menggandeng dan mengangkat pertanian beserta produk turunannya. Kalau tidak, pertanian akan tetap menjadi komoditas politik. Akan menjadi sebuah cakupan retorika yang sangat laris manis dalam setiap kebijakan. Sayangnya tetap dalam tataran wacana.

Baca juga:  Jangan Tinggalkan Sektor Pertanian

Menyikapi hal ini, di sinilah pentingnya hadir Badan Riset dan Inovasi Daerah. Badan riset ini melakukan kajian-kajian teknologi inovasi yang aplikatif untuk masing-masing daerah atau kawasan, teknologi produksi, apa yang dibutuhan dan cocok di satu kawasan tertentu, bagaimana kebutuhan produk-produk tertentu, bagaimana merencanakan produksi dan apa yang mesti diproduksi, bagaimana mengakses pasar, dan aspek lainnya. Intinya, badan riset ini mengajak masyarakat terutama petani untuk mentrasformasi diri dari pola pikir subsistem  ke pola pikir perusahaan, bisa merencanakan, bisa mengelola, bisa memasarkan, dan bisa menghasilkan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan.

Di bidang pertanian, mendesak dilakukan agen pertanian yang benar-benar bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional. Produk pertanian mestinya bisa menjadi kekuatan baru untuk mendukung daya tahan ekonomi publik.

Baca juga:  Budaya Agraris sebagai Jiwa Pariwisata Bali

Pertanian mesti digarap secara profesional agar mampu mengimbangi dominasi sektor pariwisata dalam membangun ekonomi kerakyatan. Jika selama ini pertanian hanya diposisikan sebagai pekerjaan sampingan, maka ke depan melalui kajian dan riset-riset, pertanian mestinya bisa menjadi kekuatan baru dalam membangun daya tahan ekonomi.

Negeri ini harus memberikan ruang jelas dan terukur untuk pengembangan sektor pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan pangan di negeri dengan penduduk padat ini, maka pertanian hendaknya mendapat pengawalan anggaran yang jelas. Kita harus mampu mandiri setidaknya dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk negeri ini.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *