DENPASAR, BALIPOST.com – Saat pelimpahan kasusnya, Ketut Sudikerta tidak memberikan tanggapan dan tidak mau berkomentar soal perkara yang dihadapi. Mantan Wakil Gubernur Bali ini, Jumat (2/8) angkat bicara melalui kuasa hukumnya.
Tim kuasa hukumnya, Nyoman Darmada, I Gede Astawa dkk., pihak Sudikerta membantah menggunakan uang Alim Markus (Maspion Group). “Intinya bahwa Pak Sudikerta menggunakan uang PT. Pecatu Bangun Gemilang, yang diambil dari rekening PT. Pecatu Bangun Gemilang. Bukan dari Alim Markus,” tandas Astawa.
Lantas, posisi Sudikerta di PT. Pecatu Bangun Gemilang? Astawa mengatakan, bahwa Sudikerta tidak menjadi apa-apa.
Mengapa bisa mengambil uang? “Yang menjadi Komisaris di PT. Pecatu Bangun Gemilang itu adalah istri Sudikerta. Dan Sudikerta mengambil uang lewat direktur yakni Gunawan Priambodo,” ucap Astawa.
Pihak Sudikerta tidak membantah jika awalnya memang ada keinginan kerjasama antara PT. Pecatu Bangun Gemilang dengan PT. Marindo Investama (Alim Markus) yang kemudian menjadi PT. Marindo Gemilang. Komposisi saham PT. Pecatu Bangun Gemilang 45% (Rp 122.703.750.000) dan PT. Marindo Investama 55% atau Rp 149.971.250.000.
Sudikerta, membantah menggelapkan atau mengambil uang dari PT. Marindo Investama. “Tetapi menggunakan uang PT. Pecatu Bangun Gemilang, yang sebagai komisaris adalah istri Sudikerta,” sambung Darmada, kuasa hukum lainnya.
Menurutnya, itu sangat sulit dikatakan sebagai penggelapan atau penipuan. “Apalagi ini masalah PT, ya mestinya diselesaikan secara PT karena berbadan hukum PT. Jika ada ketidak puasan dari PT. Marindo Investama, lebih baik diselesaikan dalam PT tersebut,” tandas Darmada.
Astawa menambahkan, bahwa transfer dana itu dari PT. Marindo Investama ke Pecatu Bangun Gemilang, bukan ke Sudikerta. “Sehingga saya tegaskan yang (uang) yang dipergunakan oleh Sudikerta, bukan uang Alim Markus, namun uang Pecatu Bangun Gemilang. Karena Alim Markus sudah mendapat aset SHGB atas nama PT Marindo Gemilang,” sebutnya.
Sementara dalam berkas penyidikan kepolisian yang dilimpahkan ke kejaksaan, disebutkan bahwa kasus ini bermula dari pertengahan 2013 silam. Saat itu Sudikerta menawarkan dua bidang tanah di Jimbaran yang diklaim miliknya seharga Rp 272.675.000.000. Selain itu juga mengajak mendirikan PT untuk membangun vila dan hotel di atas tanah tersebut, dengan disepakati kepemilikan saham 55% untuk PT Marindo Investama (Ali Markus) dan 45% milik PT Pecatu Bangun Gemilang atas nama istri terdakwa Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini sebagai Komisaris Utama.
Pada 20 Desember 2013, notaris Ketut Neli Asih, melakukan pelepasan hak atas tanah SHM No.5048 seluas 38.650 M2 dan tanah SHM No.16249 seluas 3.300 M2 kepada Alim Markus. Dan dalam pelepasan kedua bidang tanah itu, PT Marindo Investama (Ali Markus) telah menstranfer uang Rp 149.971.250.000 ke PT Pecatu Bangun Gemilang atas nama istri terdakwa Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini.
Atas SHM itu kemudian dimohonkan HGB hingga terbit HGB untuk PT Marindo Gemilang, sedangkan tanah SHM No.16249 seluas 3.300 M2 disepakati diserahkan ke pura sebagai pengganti.
Namun seiring perjalanan, PT Marindo Gemilang tidak dapat menguasai tanah SHGB No.5074 mengingat SHM No.5048 seluas 38.650 M2 yang dilepaskan haknya oleh Anak Agung Ngurah Agung (penyidikan terpisah) kepada Alim Markus adalah palsu.
Karena, sebagaimana berkas pelimpahan, bahwa SHM No.5048 seluas 38.650 M2 yang asli tetap berada di notaris Sudjarni. Sedangkan SHM No.16249 seluas 3.300 M2 dijual pada pihak ketiga. Atas dasar itulah Sudikerta dinyatakan telah melakukan dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, menggunakan surat atau dokumen yang diduga palsu, dan atau pencucian uang. (Miasa/balipost)