DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Juli 2019, wilayah Bali yang diwakili oleh Denpasar dan Singaraja tercatat mengalami inflasi yang relatif tinggi. Dibandingkan tingkat nasional yang juga mengalami inflasi, jumlahnya lebih rendah dari Bali yaitu 0,3 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho mengatakan, Denpasar mengalami inflasi 0,60 persen. Di Singaraja, inflasinya mencapai 1,03 persen.
Inflasi yang cukup tinggi ini karena adanya perayaan Galungan ditambah dengan adanya kelangkaan pasokan. “Di tingkat nasional juga terjadi inflasi 0,3 persen, lebih rendah dari apa yang dicapai di Bali. Mungkin karena memang ada situasi di Bali sedikit berbeda dari nasional yaitu berlangsungnya hari raya Galungan yang dilanjutkan dengan Kuningan,” jelasnya.
Dalam menyongsong hari raya itu, ada beberapa peningkatan kebutuhan sehingga menyebabkan dorongan kenaikan harga. Selain itu, komoditas tersebut juga sedang mengalami kelangkaan secara nasional.
Seperti harga cabai merah dan cabai rawit. “Tidak hanya di Bali, cabai juga tercatat mengalami kenaikan tapi di wilayah lain juga sehingga secara nasional juga menyumbang inflasi,” imbuhnya.
Namun kemudian, tekanan inflasi menjadi lebih kuat karena pada saat cabai merah dan cabai rawit itu sedang langka, di Bali permintaannya sedang meningkat. Sehingga pengaruhnya lebih kuat daripada yang berlangsung di tingkat nasional.
Penyumbang inflasi 10 besar di Denpasar yaitu cabai rawit, tarif air minum PDAM, cabai merah, emas perhiasan, obat dengan resep, apel, jeruk, buku tulis bergaris, pulsa ponsel, dan baju kaos berkerah. Sedangkan penyumbang inflasi 10 besar di Singaraja yaitu cabai rawit, pisang, rokok kretek filter, tarif air minum PDAM, makanan ringan, apel, batu, cabai merah, mie instan, dan beras. (Citta Maya/balipost)