SEMARAPURA, BALIPOST.com – Menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 79/HUK/2019 tentang penonaktifan dan perubahan data peserta PBI Jaminan Kesehatan tahun 2019 tahap keenam, 3.121 peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Klungkung yang berstatus sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) dinonaktifkan sejak 1 Agustus 2019 lalu.
Hal ini lantaran yang terdata tidak mempunyai Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK). Bahkan, ada pula yang tidak memiliki nomor NIK dan KK sekaligus. Padahal tahun ini PBI di Klungkung mencapai 52.623 jiwa.
Terkait permasalahan ini, Kasi Perlindungan dan Jaminan Sosial, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Anak Wayan Sugata telah bersurat ke Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan Klungkung untuk segera melakukan verifikasi. Terutama untuk memastikan apakah dari 3.121 PBI yang dinonaktifkan tersebut ada yang sudah meninggal dunia atau sudah pindah domisili.
Pihaknya juga memastikan verifikasi data PBI tersebut melibatkan pihak desa. Dengan harapan data yang dihimpun benar-benar valid. “Kami sudah bersurat ke Dinas Capil agar dilakukan verifikasi. Karena dari 52.623 peserta PBI di Klungkung ada 3.121 peserta yang dinonaktifkan. Proses verifikasi juga nanti akan melibatkan pihak desa,” ujar Sugata, Senin (5/8).
Apabila verifikasi sudah tuntas, pihaknya segera melaporkan kepada atasan mengenai tindak lanjut 3.121 PBI yang dinonaktifkan. Apakah akan diusulkan sebagai peserta Universal Health Coverage (UHC) di kabupaten atau di provinsi. Selama belum ada kepastian, Sugata memastikan ribuan warga tersebut tetap memperoleh pelayanan kesehatan. Bahkan, pihaknya sudah bersurat ke Dinas Kesehatan agar peserta PBI yang dinonaktifkan tetap diberikan pelayanan apalagi dalam kondisi darurat.
Wakil Bupati Klungkung I Made Kasta menyoroti permasalahan ini. Menurutnya, penonaktifian peserta PBI ini harus segera disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga tidak ada warga yang protes atau kebingungan saat berobat ke rumah sakit. Apalagi sampai terjadi kesalahpaham yang memicu keributan di tengah masyarakat. “Saya khawatir peserta yang tidak tahu sudah dinonaktifkan sebagai PBI, akan marah-marah kepada rumah sakit yang menolak memberikan layanan. Ujung-ujungnya peserta dan rumah sakit akan saling berselisih paham,” tandasnya. (Winata/balipost)