AMLAPURA, BALIPOST.com – Polemik pencopotan I Gede Adnya Mulyadi dari kursi Sekda Karangasem terus berlanjut. Setelah merasa diperlakukan sewenang-wenang, Adnya Mulyadi tidak menyerah.
Demi menjaga nama baik sebagai ASN, Adnya Mulyadi menempuh jalur hukum. Tim hukum berisikan enam orang, siap mengawal Adnya Mulyadi untuk menempuh upaya hukum.
Mengawali upaya tersebut, Tim Hukum Adnya Mulyadi mengadu ke DPRD Karangasem, Selasa (6/8). Tim hukum yang dipimpin Made Bandem Dananjaya, diterima langsung Ketua DPRD Karangasem Nengah Sumardi.
Bandem mengaku kedatangannya untuk menyampaikan aspirasi atas tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pada kliennya, dengan melakukan pencopotan tanpa dasar yang relevan. Terlebih, berkaitan dengan dewan, mutasi kliennya dari posisi sekda, sangat mengganggu proses birokrasi eksekutif dan legislatif.
Sebab, Sekda sebagai Ketua TAPD (Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah) sedang mempersiapkan KUA dan PPAS Pembahan tahun 2019 dan KUA dan PPAS induk tahun 2020. “Kami melihat SK Bupati tersebut cacat yuridis. Aturan hukum harus menjadi panglima dalam pengambilan keputusan.Jangan sampai ada pejabat yang sembarangan dalam mengelola daerah,” kata Bandem, yang tergabung dalam DPC Peradi Denpasar, sebagai wakil ketua ini, bersama empat rekannya Made Arjawa, Made Suka Dwiputra, Putu Angga Pratama dan Wayan Darsa.
Adnya Mulyadi menambahkan, ketika menghukum seorang PNS dengan hukuman disiplin berat, seperti yang dialaminya saat ini, seharusnya tetap berkaca pada Pasal 7 ayat (4) huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Jenis hukuman disiplin berat yang dimaksud, yakni pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah. “Selama ini saya tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin sedang atau pun dijatuhi hukuman disiplin berat. Bahkan, penilaian prestasi kerja saya yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal 31 Desember 2018 oleh Pejabat Penilai I Gusti Ayu Mas Sumatri, dengan jangka waktu penilaian Januari s/d Desember 2018, nilai prestasi kerja saya adalah 90.22 (sangat baik). Lalu dasarnya apa?,” tegas Adnya Mulyadi.
Ketua DPRD Karangasem, Nengah Sumardi, menyampaikan bahwa DPRD sejak awal sudah menyikapi persoalan ini. Bahkan, sudah memanggil pihak terkait dan melayangkan surat keberatan kepada Bupati Mas Sumatri.
Sayangnya, dia mengaku mendapat tanggapan yang tidak substantif dan tidak nyambung dengan pokok permasalahan. “Kami memang sejak awal mengkritisi itu. Kami tidak mau ada langkah yang dilakukan eksekutif tanpa prosedur aturan yang benar. Kami berkepentingan secara kelembagaan di DPRD. Apalagi, sekda sebagai Ketua TAPD,” kata Sumardi.
Menurut politisi Golkar ini, mengacu pada penjelasan Pasal 133 PP Nomor 11 Tahun 2017, disebutkan bahwa Pejabat Pimpinan Tinggi yang telah menduduki jabatan 5 tahun atau lebih setelah pemberlakuan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dapat dilakukan penilaian kembali, terkait dengan kesesuaian kompetensi dan jabatan yang diduduki.
Terkait dengan permasalahan Adnya Mulyadi saat sebagai Sekda, penilaian kembali terhadap jabatan pimpinan tinggi Sekda Karangasem, dilakukan bersamaan dengan pemberlakuan struktur organisasi berdasarkan PP 18 Tahun 2016, dengan dikeluarkannya SK Bupati Karangasem No. 821.2/1858/BKD/SETDA pada tahun 2016. Tentu dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan KASN dan memperoleh rekomendasi melalui surat KASN Nomor B-2573/KASN/12/2016 hal rekomendasi pengukuhan JPT Pratama Kabupaten Karangasem. “Jadi, tidak benar kalau dikatakan Sekda sudah menjabat lebih dari lima tahun. Karena, Adnya Mulyadi sendiri sudah dilakukan penilaian kembali dan memperoleh SK lagi tahun 2016,” jelas Sumardi.
Terkait upaya mengajukan gugatan ke PTUN, salah satu tim hukum, Made Arjawa, menyampaikan belum bisa memastikannya. Pihaknya mengaku masih berproses dan sedang melakukan kajian lebih lanjut. “Itu sudah masuk substansi masalah. Kami belum bisa pastikan. Yang jelas, kami sedang mempersiapkan seluruh berkas yang diperlukan,” katanya. (Bagiarta/balipost)