NEGARA, BALIPOST.com- Angin kencang disertai gelombang tinggi yang terjadi sepekan terakhir di perairan Selatan Jemrbana membuat para nelayan tradisional (jukung) memilih tak melaut. Jukung-jukung banyak yang tertambat di pinggir pantai seperti di Perancak, Yeh Kuning hingga di Medewi, Pekutatan.
Untuk menyambung pencaharian mereka selama tak mencari ikan, para nelayan ini memilih aktivitas lainnya. Seperti memperbaiki alat tangkap hingga mencari tangkapan lain di tepi laut, semisal keong dan udang.
Seperti yang dilakukan sejumlah nelayan di Desa Medewi, Kecamatan Pekutatan. Para nelayan yang biasanya menjaring ikan maupun berburu lobster, sudah tak melaut selama sepekan terakhir. “Anginnya kencang, kalau kita nekat risiko di tengah. Itupun kalau dapat tangkapan,” ujar Misriadi (40), salah seorang nelayan jukung.
Bapak dua anak ini biasanya melaut untuk menjaring ikan maupun mencari lobster yang ukurannya layak jual. Jarak lokasi tangkap ikan dari Pantai Medewi menurutnya tidak terlalu jauh ke tengah. “Sejak ada aturan jarang kita menangkap lobster, karena jarang mendapatkan ukuran yang sesuai,” ujarnya.
Disela-sela tidak melaut karena kondisi cuaca, ia memilih bekerja serabutan lainnya yang mendapat upah harian. Seperti menjadi pengayah tukang maupun mencari komoditi laut di bebatuan Pantai Medewi.
Kondisi serupa juga dialami para nelayan di Perancak dan Yeh Kuning. Mereka memilih tidak melaut ketika angin kencang seperti yang terjadi belakangan ini.
Arus gelombang di pesisir Perancak hingga Yeh Kuning cukup deras. Sehingga sering terjadi perahu terbalik karena terjangan ombak, kendatipun dekat dengan bibir pantai. Untuk mengisi waktu rehat, mereka melakukan akivitas lainnya seperti memperbaiki jaring dan jukung.
Sementara itu dari informasi Stasiun Klimatologi Jembrana, angin kencang yang terjadi sepekan terakhir tercatat maksimum 22 knot (lebih dari 40km/jam). Angin kencang itu terjadi pada Sabtu (3/8).
Kepala Stasiun Klimatologi Jembrana, Rahmat Prasetia mengungkapkan dari analisis munculnya angin kencang di perairan ini disebabkan adanya perbedaan tekanan udara yg cukup tinggi antara belahan bumi bagian selatan dan utara. Tercatat tekanan udara di belahan bumi selatan cukup tinggi yakni mencapai 1025 hPa, sedangkan di belahan utara terjadi daerah tekanan rendah yang berjejer dengan tekanan mencapai 997 hPa. “kondisi ini masih berpotensi terjadi hingga akhir bulan, mengingat pada bulan Agustus posisi matahari masih berada di lintang utara,” papar Rahmat. (Surya Dharma/balipost)