DENPASAR, BALIPOST.com – Dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi, yakni melakukan penyelewengan dana pengadaan empat unit kapal penangkap ikan dengan ukuran lebih besar yakni 30 GT, terdakwa Suyadi (50) selaku Direktur PT F1 Perkasa, dituntut pidana penjara selama enam tahun, Rabu (7/8).
JPU Wayan Suardi melalui jaksa Agung Wisnu, di hadapan majelis hakim pimpinan Wayan Sukanila dengan hakim anggota Hartono dan Sumali, menyatakan perbuatan terdakwa Suyadi sudah memenuhi unsur-unsur sebagaimana dalam dakwaan primer. Terdakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa dari Kejati Bali itu juga menuntut terdakwa asal Banyuwangi tersebut membayar uang pengganti Rp 800 juta. Dengan ketentuan, apabila dalam waktu satu bulan setelah perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar, harta bendanya dapat disita untuk dilelang. Dalam hal tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun. Selain itu, dalam pidana dugaan korupsi pengadaan empat kapal Inka Mina ini, jaksa menuntut terdakwa membayar denda Rp 200 juta, subsider dua bulan kurungan.
Sebelum pada pembacaan kesimpulan dalam surat tuntutan, jaksa terlebih dahulu membacakan beberapa pertimbangan. Yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas pidana korupsi. Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara. Yang meringankan, terdakwa menyesali perbuatannya dan bersikap sopan dalam persidangan. Mendengar tuntutan itu, terdakwa didampingi kuasa hukumnya I Ketut Bakuh dkk., bakal mengajukan pembelaan.
Suyadi diadili atas perkara dugaan pidana korupsi pengadaan empat unit kapal penangkap ikan, Inka Mina. Dalam pengadaan ini, terdakwa selaku Direktur PT F1 Perkasa dipercaya mengerjakannya. Seiring perjalanan, kasus ini muncul mana kala pihak terdakwa membuat laporan progres pengerjaan kapal sudah 55,64 % agar terdakwa menerima pembayaran pekerjaan Rp 3,586 miliar.
Kondisi inilah dipandang menyebabkan kerugian keuangan negara, karena kenyataannya empat unit mesin kapal merk Shanghai Dong Feng 6135AZCa3-1 190HP yang menjadi progres pengerjaan 55,64 % belum dibayarkan lunas kepada distributor, sehingga empat unit mesin itu belum menjadi hak terdakwa atau pemerintah. Kasus ini membuat negara dirugikan Rp 200 juta dikali empat atau Rp 800 juta. (Miasa/balipost)