Oleh I Wayan Ramantha
Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, mendefinisikan pemajuan kebudayaan: sebagai upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan. Sementara Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sesuai dengan Perda Provinsi Bali No.3 tahun 2017, dibentuk sebagai tiang peradaban seperti memelihara warisan budaya, menunjang kehidupan komunitas dan mempertahankan semangat gotong royong, terutama dalam pelaksanaan adat dan budaya.
Arus globalisasi membawa berbagai macam nilai dari seluruh penjuru dunia yang kini tanpa batas. Globalisasi di samping membawa banyak manfaat bagi kesejahteraan umat manusia, juga memberikan banyak tantangan. Berbagai peradaban dan budaya yang mewarnai politik, ekonomi, dan sosial, tidak tertutup kemungkinannya dapat mengubah perilaku masyarakat. Bila itu terjadi, sangat potensial menimbulkan instabilitas pada masyarakat itu sendiri.
Wallerstein (1983) mengartikan globalisasi sebagai proses integrasi yang tiada akhir, tidak hanya terjadi dalam domain ekonomi, melainkan juga dalam domain budaya dan identitas. Dalam pengertian seperti ini, ada dua kemungkinan kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara. Kemungkinan pertama, mereka berusaha membentengi negaranya terhadap kemungkinan terjadinya perubahan budaya, yang pada akhirnya akan berujung pada perubahan identitas.
Kemungkinan kedua, mereka justru menggali keunggulan budaya dan identitasnya, yang kemudian dijadikan dasar untuk menciptakan keunggulan komparatif dalam menghadapi globalisasi di domain ekonomi. Dan ternyata, kemungkinan kedua yang dipilih oleh Indonesia. Kini, pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan telah mempersiapkan Indeks Pemajuan Kebudayaan, lengkap dengan dimensi, parameter dan indikatornya, termasuk yang ada di domain ekonomi.
Budaya pasti akan mendorong dimensi ekonomi, ia menyebabkan masyarakat dapat penghasilan dan dapat menyediakan lapangan kerja, ia adalah mesin penggerak dari banyak proses pembangunan. Budaya memiliki dampak pada kewirausahaan, teknologi baru, dan pariwisata. Menurut Soebagio (2013), budaya akan membawa kreativitas dan inovasi bagi perekonomian masyarakat.
Hubungan mutualistik antara budaya dan ekonomi, telah lama dirasakan oleh masyarakat Bali melalui dunia pariwisata, karena pariwisata Bali adalah pariwisata budaya. Di samping pariwisata, sektor ekonomi lainnya juga banyak yang dilandasi budaya Bali, seperti kerajinan dan industri kreatif. Demikian pula di sektor keuangan, yaitu LPD Bali yang sangat terkenal sebagai lembaga keuangan komunitas yang sarat budaya, tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga di tingkat international yang sering dipersandingkan dengan Grameen Bank di Bangladesh.
Pada domain budaya, kendatipun Bali telah berkembang dalam dinamika interaksi yang mengglobal, namun citra tradisi masih kental mewarnainya. Pusaka budaya immaterial berupa institusi tradisional seperti banjar, desa adat, subak, pemaksan dan komunitas tradisional lainnya, selalu mendapat perhatian serius di daerah ini, walaupun institusi-institusi itu mengalami pasang surut akibat berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
Demikian pula pusaka budaya immaterial dalam bentuk institusi keuangan komunitas yang unik seperti LPD, terus berkembang. Padahal di puluhan daerah lain di Indonesia, lembaga keuangan sejenis juga pernah ada, namun tidak bertahan lama.
Pada sebuah seminar nasional yang diadakan oleh Pemerintah Kota Denpasar awal tahun ini, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid memaparkan dimensi, parameter dan indikator indeks pemajuan kebudayaan, yang nanti akan dipergunakan untuk menilai kemampuan suatu daerah dalam melaksanakan upaya-upaya pemajuan kebudayaan.
Dari delapan dimensi penilaian, di urutan pertama ada ekonomi budaya dengan parameter kontribusi industri budaya terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja di bidang budaya. Pada dimensi ketahanan sosial budaya, ada parameter gotong royong. Pada dua dimensi itu, sangat jelas dapat dikonfirmasi peran LPD dalam pemajuan kebudayaan Bali.
LPD dan Ekonomi Budaya
Nurjaya, dkk.(2011) menjelaskan ada empat peran yang dilaksanakan oleh LPD dalam menunjang fungsi desa adat sebagai tiang peradaban. Pertama, membantu pendanaan upacara dan kegaiatan agama lainnya, serta memelihara warisan budaya dalam berbagai bentuknya dalam konteks kehidupan keagamaan, seperti pura dengan segala kelengkapan instrumen ritualnya. Kedua, memelihara kelengkapan kehidupan komunitas adat, baik sebagai individu maupun kelompok dengan seluruh bentuk warisan budaya yang ada di dalamnya, seperti adat, seni, dan profesi dengan seluruh kelengkapan instrumentalnya.
Ketiga, memelihara lingkungan hidup dengan seluruh bagiannya seperti gunung, hutan, sungai, sumber-sumber mata air, sawah-ladang, pesisir pantai dan laut. Keempat, membantu pemerintah dalam berbagai penyelenggaraan program seperti pemeliharaan warisan budaya dan pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan budaya dan agama.
Dari sudut pandang ekonomi, kita juga dapat melihat kontribusi LPD sebagai lembaga keuangan berbasis budaya dalam perekonomian daerah. Jika dibandingkan dengan lembaga keuangan sejenis, kontribusi LPD paling dominan. Data Lembaga Pembina LPD (LP-LPD) hingga akhir tahun 2018, mencatat total aset LPD telah mencapai Rp 21,76 triliun lebih.
Menyalurkan pinjaman kepada 418.861 nasabah dengan total nilai Rp 14,61 triliun lebih. Tabungan masyarakat yang berhasil dihimpun dari 2.105.080 nasabah dengan total nilai Rp 8,60 triliun lebih. Deposito dari 188.374 nasabah dengan total nilai Rp 9,61 triliun lebih, serta laba tahun 2018 sebanyak Rp 580,42 miliar dan Rp 145,10 miliar lebih disalurkan untuk desa adat dan dana sosial.
Pada tahun yang sama, total aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali hanya Rp 15 triliun lebih dengan menyalurkan pinjaman kepada masyarakat Rp 10,1 triliun lebih. Tabungan masyarakat yang berhasil dihimpun oleh BPR hanya Rp 2,8 triliun lebih. Deposito atau tabungan berjangka hanya Rp 7,63 triliun lebih.
Bahkan, koperasi lebih rendah lagi, total aset usaha simpan pinjam koperasi pada tahun 2018 hanya Rp 13,5 triliun lebih dengan total kredit yang disalurkan kembali kepada anggota dan non-anggota hanya Rp 9,7 triliun.
Berkembangnya LPD di 1.433 desa adat yang tersebar di seluruh Bali, tidak hanya berkontribusi dalam pembiayaan konsumsi ritual masyarakat, tetapi juga untuk membiayai usaha-usaha produktif pedesaan, termasuk industri kreatif yang berorientasi pasar ekspor.
Karenanya, bila dilihat dari kontribusinya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja di bidang budaya, peran LPD sangat signifikan. Demikian pula dari parameter gotong royong, peran LPD jelas, karena merupakan lembaga keuangan milik komunitas adat di seluruh Bali.
Penulis, Guru Besar FEB dan Pengawas LPD Desa Adat Tegaltamu, Batubulan