Ribuan pemuda se-Bali membentangkan bendera Merah Putih terbesar pada peringatan HUT ke-74 RI. (BP/istimewa)

Perjalanan sebuah negara sering kali diukur dengan waktu. Dalam konteks itu, siapa yang paling lama eksitensinya, akan menjadi titik pandang sebagai contoh. Amerika Serikat pada era modern ini menjadi acuan untuk itu. Negara itu telah berdiri lebih dari 200 tahun.

Tetapi harap juga diingat bahwa justru tantangan mereka terlihat pada era sekarang. Di dalam negeri, Amerika sibuk mengevaluasi pemilihan presiden mereka, juga kerap diganggu oleh penembakan membabi buta. Di luar negeri mendapat kecaman di Timur Tengah, perlawanan dari Korea Utara dan ditantang oleh China baik secara ekonomi maupun teknologi.

Pelajarannya adalah bahwa jangan main-main dengan eksistensi negara pada masa sekarang. Tantangan demi tantangan terus menggebu dan pasti akan mengguncang keberadaan negara. Apalagi pada zaman teknologi yang serbacepat dan serbacanggih. Saat ini, untuk mengguncang keberadaan negara, cukup dilakukan satu orang, bahkan sambil tiduran.

Baca juga:  Mengawal Momentum Transformasi Ekonomi bali

Meretas data komputer bagi ahlinya, dapat dilakukan dari dalam kamar, tidak perlu melakukan penyerbuan langsung ke negara yang hendak dituju. Belum lagi menurunkan wibawa negara dengan menyebar berita bohong. Hanya dengan alat sekepalan tangan, dalam waktu singkat prestise negara menjadi hancur.

Itulah yang harus dicamkan Indonesia oleh kita warga Indonesia. Umur 74 tahun masih muda dalam tataran kenegaraan. Tantangan yang dihadapi oleh negara-negara lain, dapat kita pakai sebagai pelajaran, seperti apa yang dialami oleh Amerika Serikat sekarang. Namun, jika kita mampu melihat diri kita (Indonesia) secara jujur, sesungguhnya kita mempunyai segala macam modal untuk maju.

Dari kacamata sejarah, membentang ratusan tahun jatuh bangunnya nusantara (dan kerajaannya) yang dapat kita petik untuk mempertahankan diri sebagai sebuah bangsa yang utuh. Juga membentang ratusan tahun sejarah persatuan dalam kebinekaan di Kerajaan Majapahit, yang dapat kita pakai sebagai contoh.

Baca juga:  Jokowi Ajak Negara Anggota G7 Berinvestasi Energi Bersih di Indonesia

Apabila dilihat dari kekayaan alamnya, sudah tidak ada pertanyaan lagi terhadap hal itu karena Indonesia benar-benar melimpah dengan kekayaan alam. Bahwa nusantara pernah dijajah oleh berbagai bangsa asing dan rentang waktu yang lama, membuktikan bahwa nusantara kaya raya. Dan kini Indonesialah yang mewarisinya.

Satu upaya yang belum dilakukan adalah kejujuran dan pemberdayaan terhadap sumber daya tersebut. Kita tidak pernah jujur dengan  sebab-sebab kemunduran kerajaan pada masa lalu, bahkan tidak pernah jujur terhadap sejarah kekerasan yang pernah terjadi. Apabila tidak mampu mengakui secara jujur, jelas kita tidak akan mampu memperbaiki sikap, dan seolah mengabaikan akibat dari kekerasan itu. Terhadap sumber daya yang ada, kita sering mengalah dengan dominasi asing. Katakanlah tentang persawahan yang ada.

Sudah jelas Indonesia merupakan  negara pertanian dan makanan pokoknya adalah beras, mengapa harus mengimpor beras dari negara lain? Kita pernah mempunyai  rancangan pola pembangunan pertanian yang sistematis (repelita), mengapa itu diabaikan dan tidak secara jujur diakui sebagai percontohan yang baik. Jika Orde Baru yang merupakan konseptornya gagal menjalankan repelita dengan baik, tidak keliru kalau pemerintah sekarang mencontoh dan mencoba melaksanakannya dengan baik.

Baca juga:  Melindungi Warga Negara di Luar Negeri

Dari konteks itulah, mari kita memaknai hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-74 sekarang. Generasi muda Indonesia harus  banyak belajar sejarah dan dari sejarah itulah kemudian belajar teknologi untuk diterapkan pada negara Indonesia yang kita cinta ini.

Dasar dari keberhasilan sebuah negara adalah memahami kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya, kemudian mengolah hal itu untuk kemakmuran rakyatnya. Jika kita dapat berbicara dan melihat Indonesia dengan jujur, pasti kemakmuran akan menanti Indonesia pada masa depan. Jangan dilupakan, di Indonesia itu tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman, kata Koes Plus.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *