Oleh Bambang Gede Kisardi
Perubahan tatanan perekonomian dunia dengan sistem perdagangan bebas dan sistem bisnis online akan menjadi tantangan dan peluang bagi wirausaha–wirausaha milenial. Bangkitnya wirausaha milenial diharapkan mampu menghadapi perdagangan bebas dan bisnis online yang menjadi mekanisme pertukaran barang dan jasa dalam perekonomian dunia, ini berarti suka tidak suka atau mau tidak mau harus berhadapan dengan iklim usaha global yang penuh dengan ketidakpastian ekonomi.
Maka dari itu, wirausaha milenial haruslah dipacu agar mampu memiliki daya saing keunggulan komparatif dan kompetitif dari setiap produk yang dihasilkan dengan berstandarkan global. Untuk mampu menghadapi era perdagangan bebas tersebut, kemampuan perekonomian nasional harus digerakkan dengan kekuatan ekonomi gotong royong oleh wirausaha–wirausaha milenial dengan memiliki sumber daya manusia yang bercirikan kreatif, inovatif, produktif, ulet, dan berani mengambil risiko dengan keputusan yang cepat.
Menyadari akan pentingnya pengembangan wirausaha–wirausaha milenial secara nasional, maka pada era pascareformasi saat ini, pemerintah kembali mencanangkan Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK) yang selanjutnya gerakan ini akan menjadi Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN).
Sejalan dengan perkembangan dunia usaha, pemikiran ke arah pengembangan wirausaha milenial yang memasuki abad ke–21 ini menunjukkan tren yang meningkat dengan cepat. Kecenderungan ini terjadi sejalan dengan upaya untuk meningkatkan peran usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dalam pembangunan ekonomi dan mengantisipasi dampak negatif dari kecenderungan dalam era globalisasi yang dicirikan dengan semakin ketatnya persaingan.
Banyak kalangan memandang bahwa globalisasi merupakan keniscayaan sejarah dan oleh karena itu tidak dapat dihentikan. Pandangan ini muncul sebagai reaksi dari pendapat sementara kalangan yang sangat prihatin terhadap kecenderungan perkembangan ekonomi dunia yang kian tak menentu bahkan sering memunculkan kondisi ketidakpastian ekonomi dan rentan gejolak sosial maupun politik dunia, terutama sebagai akibat dari arus finansial global yang semakin liar.
Padahal, tidak semua negara memiliki daya tahan yang tangguh untuk terlibat di dalam kancah lalu lintas finansial global yang tidak lagi mengenal batas–batas negara dan semakin sulit dikontrol oleh perintah negara yang berdaulat termasuk negara–negara maju, apalagi negara–negara berkembang seperti negara kita.
Yang dikhawatirkan adalah suatu bentuk eksploitasi baru, seperti financially driven economies terhadap good-producing economies. Strategi seperti ini sering dimotori oleh negara–negara raksasa ekonomi dunia, yang dalam hal ini memiliki keleluasaan yang sangat besar dalam merekayasa bentuk–bentuk transaksi keuangan yang sifatnya semu, dalam artian tidak memberikan kontribusi produktif bagi peningkatan kesejahteraan riil masyarakat.
Hal ini terjadi karena uang dan aset–aset finansial lainnya yang seharusnya hanya menjadi alat berlangsungnya perdagangan, ternyata kian saling diperdagangkan sebagaimana komoditas barang dan jasa. Dewasa ini, dunia usaha sedang mengalami proses perubahan yang mendasar, karena orientasi keuntungan yang berjangka pendek kian ditinggalkan dan bersamaan dengan itu orientasi jangka panjang yang berwawasan kepuasan pelanggan (customer satisfaction), kepedulian terhadap lingkungan hidup, dan berbagai masalah sosial makin menonjol. Oleh karena itu, pertimbangan keberhasilan suatu perusahaan menjadi lebih luas, dan tidak lagi hanya terbatas pada masalah “untung”.
Walaupun demikian, kondisi di tengah era global marketism seperti sekarang, di mana daya inovatif, daya kreatif, daya produktif, dan daya antisipasi merupakan persyaratan yang harus dimiliki seorang wirausaha milenial. Adapun keberhasilan usaha yang lebih banyak ditentukan oleh keunggulan (competitiveness) menunjukkan bahwa tolok ukur yang harus kita kembangkan menjadi relatif.
Keberhasilan usaha tidak hanya ditentukan oleh apakah kita sebagai wirausaha milenial berhasil melebihi prestasi yang lalu, melainkan juga ditentukan apakah hasil kita relatif terhadap usaha lain, memang lebih unggul. Hal ini menunjukkan bahwa tolok ukur keberhasilan secara relatif merupakan persyaratan imperatif.
Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa model wirausaha milenial pada saat sekarang dan yang akan datang juga akan mengalami pergeseran. Adapun pergeseran tersebut terjadi karena adanya transformasi ekonomi.
Sebagai implikasi dari proses pergeseran basis ekonomi, dari sektor pertanian ke sektor industri dalam kehidupan masyarakat kita. Secara sederhana bisa dilihat terdapat dua tipologi masyarakat. Di mana sebagian masyarakat telah beradaptasi ke dalam masyarakat industri dan masyarakat teknologi informasi, di samping itu sebagian besar lainnya masih berada dalam masyarakat tradisional.
Kondisi dualistik seperti ini sekaligus mengindikasikan kekhasan sosok wirausaha–wirausaha dalam masyarakat kita, baik ditinjau dari sudut pandang aspek skala usahanya maupun dari aspek keragamannya. Sejalan dengan kondisi dualistik yang kita hadapi, di mana sosok seorang wirausaha milenial yang kita inginkan adalah wirausaha milenial yang memiliki jiwa, semangat, serta perilaku kewirausahaan (entrepreneurship) yaitu: (1) kemauan dan kemampuan untuk bekerja dengan semangat kemandirian. (2) Kemauan dan kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara sistematis, termasuk keberanian mengambil risiko usaha. (3) Kemauan dan kemampuan berpikir dan bertindak secara kreatif, inovatif, dan produktif. (4) Kemauan dan kemampuan untuk bekerja secara teliti, tekun, dan ulet. (5) Kemauan dan kemampuan untuk bekerja dalam kebersamaan dengan berlandaskan etika bisnis yang sehat.
Untuk mewujudkan suatu wirausaha milenial yang memiliki jiwa, semangat, dan perilaku seperti tersebut di atas tidaklah mudah. Dalam hal ini, peran pemerintah dan stakeholder terkait sangat menyadari dalam mewujudkannya perlu upaya yang strategis dan kerja keras serta menuntut partisipasi semua pihak. Oleh karena itulah, diperlukan gerakan kewirausahaan yang berstandarkan global bagi wirausaha–wirausaha milenial ke depan.
Berdasarkan atas kajian dari kondisi yang ada saat ini, diperlukan strategi pengembangan wirausaha milenial melalui: pertama, penumbuhan iklim usaha yang kondusif dalam aspek pendanaan, aspek persaingan, aspek prasarana, aspek informasi, aspek kemitraan, aspek perizinan usaha, dan aspek perlindungan. Sejalan dengan hal tersebut, penumbuhan iklim yang kondusif ini dilakukan sebagai suatu kesatuan dan tidak secara parsial, karena tiap–tiap aspek tersebut adalah terkait antara yang satu dengan yang lainnya.
Kedua, pembinaan dan pengembangan jiwa dan karakter wirausaha sangat diperlukan bagi sumber daya manusia (SDM) wirausaha–wirausaha milenial terutama dalam bidang produksi dan pengolahan, bidang manajemen pemasaran produk, bidang sumber daya manusia, dan bidang teknologi. Dengan demikian, mampu memiliki keunggulan, kemandirian, dan daya saing dalam menghadapi persaingan global.
Penulis, pemerhati ekonomi kerakyatan