Ilustrasi. (BP/dokumen Swara Tunaiku)

Ekonomi kerakyatan terus menjadi sorotan dan diperjuangkan. Istilah ekonomi kerakyatan ini bahkan telah didengungkan sejak eranya Wakil Presiden Mohammad Hatta yang juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Masalah ekonomi kerakyatan kembali mencuat pada era milenial ini, sejalan berkembang pesatnya teknologi informasi.

Ekonomi kerakyatan kini muncul dengan wajah baru dengan istilah startup, mengikuti era milenial. Dikutip dari beberapa sumber, startup merupakan usaha baru yang sedang berkembang, yang tidak hanya bersentuhan dengan teknologi, dunia maya, aplikasi atau produk. Tetapi, bisa juga mengenai jasa dan gerakan ekonomi rakyat akar rumput yang bisa mandiri tanpa bantuan korporasi yang lebih besar dan mapan.

Perkembangan startup di Indonesia demikian pesat. Tiap tahun bahkan tiap bulan banyak bermunculan pemilik startup baru. Ini tidak lepas dari terus meningkatnya pengguna internet di Indonesia.

Baca juga:  Waktu Berakhir, Puluhan Koperasi di Buleleng Tak Gelar RAT

Tahun 2013 lalu saja, pengguna internet di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 70 juta orang. Satu hal yang perlu digarisbawahi dan ditegaskan di sini, startup sebagai gerakan ekonomi rakyat akar rumput. Artinya, gerakan ekonomi benar-benar muncul secara individu-individu masyarakat sebagai sebuah usaha baru yang berkembang.

Penekanan kedua, startup bisa mandiri tanpa bantuan korporasi yang lebih besar dan mapan, apalagi mengandalkan bantuan pemerintah. Inilah yang membedakannya dengan gerakan koperasi sebagai ekonomi kerakyatan yang dikenal sebelumnya.

Harus diakui, koperasi sebelum-sebelumnya masih ada semacam keterkaitan dengan pemerintah atau korporasi yang lebih besar dan mapan. Sementara startup, benar-benar sebagai gerakan ekonomi akar rumput dalam persaingan bebas global di era milenial.

Startup-startup inilah yang melahirkan unicorn-unicorn, gerakan ekonomi akar rumput yang bebas mandiri dengan basis jaringan seluas jangkauan internet. Unicorn merupakan perusahaan-perusahaan rintisan (startup) yang memiliki valuasi 1 miliar dolar AS (sekitar Rp 14 triliun). Bahkan, Indonesia saat ini termasuk negara yang memiliki unicorn terbanyak di Asia Tenggara. Unicorn ini memanfaatkan kecanggihan teknologi (informasi) berbasis jaringan.

Baca juga:  UMKM Diminta Banjiri "Market Place" dengan Produk Lokal

Beberapa unicorn Indonesia yang tercatat sukses seperti Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak dan beberapa yang baru lainnya. Unicorn-unicorn ini masih berpeluang tumbuh dan berkembang menjadi decacorn (valuasi 10 miliar dolar AS). Salah satu yang patut diacungi jempol dari startup-startup yang telah berhasil menjadi unicorn, keterlibatan ekonomi rakyat akar rumput menjadi mitra mereka.

Sebut saja Gojek misalnya, mereka melibatkan para pemilik kendaraan bermotor sebagai mitra bisnis jasa mereka. Selain para driver ini, mereka juga menjadi mitra bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi mitra bisnis. Mulai dari pemilik warung sate, ayam geprek, usaha makanan dan minuman rumahan sampai berbagai kerajinan dan pakaian memanfaatkan Gojek dengan berbagai fitur aplikasinya untuk mengembangkan bisnis mereka.

Baca juga:  Kualitas Pendidikan Jangan Dipertaruhkan

Ekonomi kerakyatan, ekonomi akar rumput, startup atau entah apalah namanya nanti, telah terbukti menjadi kekuatan ekonomi sebuah negara. Para pakar menyebutkan, makin banyak masyarakat yang terjun sebagai wiraswastawan (startup) maka makin kuat perekonomian negara tersebut. Dan, melihat perkembangan startup maupun unicorn di Indonesia, tidaklah berlebihan jika para pakar ekonomi dunia meramalkan Indonesia bisa muncul menjadi negara dengan perekonomian terkuat keempat dunia.

Tentu saja selalu ada catatan, asalkan stabilitas sosial, politik, dan keamanan bisa tetap terjaga dengan baik.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *