DENPASAR, BALIPOST.com – Pascadibacakan dalil-dalil permohonan praperadilan atas penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) terkait perkara dugaan korupsi dana hibah Yayasan Al-Ma’ruf, Selasa (20/8) giliran termohon memberikan jawaban. Nengah Astawa, jaksa dari Kejari Denpasar selaku termohon, dalam jawabannya di depan hakim tunggal Heriyanti, S.H.,M.Hum., menjelaskan bahwa penerbitan SKP2 itu sudah sesuai prosedur. “Objek permohonan telah diterbitkan sesuai prosedur,” ucapnya didampingi Kasiintel Humas Kejari Denpasar, Agung Ary Kesuma.
Tanggapan lainnya, bahwa pemohon pada intinya tidak ada legal standing, karena pemohon adalah pembina yayasan. Padahal berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UU No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan, yang berhak mewakili yayasan di dalam ataupun di luar pengadilan adalah pengurus yayasan. Sehingga pihak kejaksaan meyakini bahwa pemohon tidak ada legal standing dalam melakukan keberatan dalam praperadilan itu.
Sementara pemohon melalui kuasa hukumnya John Korasa, sebelumnya mengatakan bahwa dia punya kapasitas. Yakni sebagai pihak ketiga, karena kliennya sebagai pembina di Yayasan Al-Ma’ruf. Dan akibat kasus ini, pihaknya memandang bahwa kejadian ini membuat tercemar nama baik Yayasan Al-Ma’ruf.
Termasuk bisa menggangu upaya proses belajar dan mengajar di yayasan tersebut. Sehingga dia mendung penuh kejaksaan menuntaskan kasus ini, apalagi jaksa sebagai panglima dalam penindakan pidana korupsi.
Sebelumnya dalam sidang perdana, pemohon meminta pihak yang berkompeten yang awalnya membawa kasus ini hingga ke kejaksaan, agar dihadirkan, yakni BPKP Perwakilan Bali yang telah melakukan audit dan penyidik Polresta Denpasar yang menyidik kasus ini hingga dilakukan penyerahan tahap II ke Kejari Denpasar.
Pemohon sendiri sudah bersurat ke BPKP Perwakilan Bali dan Kapolresta Denpasar, memohon supaya bersedia hadir jika ada panggilan dari hakim praperadilan, terkait SKP2 atas perkara dugaan korupsi dana hibah Yayasan Al-Ma’ruf bantuan Pemkot Denpasar. (Miasa/balipost)