SINGARAJA, BALIPOST.com – Aksi rasisme dan kekerasan terhadap mahasiswa Papua mengundang keprihatinan. Aksi yang diduga dipicu karena beredarnya isu rasisme terhadap mahasiswa asal Papua itu memicu konflik dan kerusuhan di beberapa daerah di Indonesia.
Kejadian ini membuat mahasiswa asal Papua yang sekarang menempuh studi di Buleleng menyatakan sikap. Mereka berharap agar kejadian ini tidak terulang. Mereka juga berharap para pengambil kebijakan menyelesaikan kasus ini dengan tuntas.
Di Buleleng sendiri tercatat ada sebanyak 51 orang mahasiswa asal Papua. Mereka itu diterima kuliah di beberapa program studi (Prodi) di Universitas Pendidikan Ganseha (Undiksha) Singaraja.
Sejak diterima kuliah di perguruan terbesar di Bali Utara itu, mahasiswa dari Bumi Cendrawasih tersebut hidup rukun dalam suasana toleransi tinggi. Bahkan, sejak tinggal di Den Bukit, mereka mengaku tidak pernah mendapat perlakuan yang berkaitan aksi rasisme dan perlakuan tidak baik.
Koordinator mahasiswa asal Papua, Lukas Norman Kbarek, ditemui Senin (19/8) menyayangkan aksi rasisme yang dialami mahaiswa Papua di beberapa daerah di Indonesia. Apalagi, aksi itu berujung terjadinya konflik hingga memicu kerusuhan yang dapat menganggu situasi keamanan di Tanah Air.
Lukas meminta kasus ini ditangani dengan tuntas, sehingga tidak memicu aksi yang sama dikemudian hari. “Pemerintah dan pengambil kebijakan yang lain kami harapkan cepat menuntaskan masalah ini, sehingga tidak menjadi konflik berkepanjangan dan akan menganggu situasi keamanan di Tanah Air,” katanya.
Sementara itu Milka Bivak, mahasiswa asal Merauke, menuturkan sejak mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi, dirinya tidak pernah menyangka akan bisa menuntut ilmu di Buleleng. Saat itu dia mendaftar di Yogyakarta dan di Buleleng.
Hasilnya, dia diterima sebagai mahasiswa baru di Program Studi (Prodi) Ekonomi Undiksha, Singaraja. “Waktu itu saya mendaftar di Yogya dan di sini (Undiksha) dan setelah ikut seleksi dan akhirnya bisa kuliah di Buleleng dan itu tidak pernah menyangka akan bisa menuntut ilmu di sini (Undiksha-red),” katanya.
Sejak tinggal bersama puluhan mahasiswa dari daerah asalnya, Milka mengaku tidak pernah mendapat perlakuan tidak baik atau yang mengarah pada aksi rasisme. Justru, dirinya mengaku sejak tinggal sementara selama studi di Buleleng bisa bergaul dengan mahasiswa atau warga lokal.
Bahkan, kehidupan sehari-hari baik saat kuliah dan di luar kampus, Milka mengaku beraktivitas sama seperti saat tinggal di kampung halamannya. Untuk itu, ia berharap kerusuhan yang dipicu karena isu rasisme itu segera dituntaskan. “Karakter masyarakat di sini sangat menghargai dan toleransi suku dan umat beragama terjalin dengan baik. Sehingga kami sangat nyaman menuntut ilmu di sini,” katanya. (Mudiarta/balipost)