DENPASAR, BALIPOST.com – Pembahasan Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), Selasa (20/8) kemarin telah masuk pada tahap Focus Group Discussion (FGD) penyusunan dokumen final. Tidak dilibatkannya desa adat dalam FGD mengundang kritik keras.
Selain itu, undangan FGD juga dilakukan secara mendadak. Muncul penilaian FGD tersebut sangat buruk karena dinas-dinas terkait yang hadir tidak memberikan tanggapan sama sekali.
FGD dipimpin Kepala Dinas Kelautan Provinsi Bali Ir. I Made Sudarsana, M.Si., dihadiri dinas-dinas terkait dan Kepala Subdit Zonasi Daerah KKP Dr. Krishna Samudra, S.Pi., M.Si.
Dewan Nasional Walhi sekaligus Koordinator ForBALI Wayan “Gendo” Suardana mengkritisi ketidakseriusan pemerintah dalam melibatkan masyarakat adat di dalam penyusunan-penyusunan kebijakan publik atau dokumen seperti ini. Gendo menegaskan bahwa kejadian pelibatan masyarakat adat dalam proses penyusunan RZWP3K tidak mengundang masyarakat yang terdampak secara penuh misalnya Samigita (Seminyak, Legian, Kuta) Canggu dan Berawa. “Kami keberatan dengan cara pelibatan masyarakat seperti ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gendo juga menyampaikan kebiasaan pertemuan RZWP3K yang mengundang secara mendadak dan tidak disertai bahan adalah contoh pertemuan yang buruk. “Menurut kami cara-cara mengundang seperti ini adalah problem. Kami keberatan dengan cara-cara tersebut,” ujarnya.
Gendo juga menyoroti dokumen RZWP3K yang mengakomodir proyek tambang pasir, yang awalnya dialokasikan seluas 1.916 hektar, yang mengakomodir dua rekomendasi teknis izin usaha pertambangan eksplorasi pasir laut pada 2018 yang sudah terbit kepada dua perusahaan yakni PT Pandu Khatulistiwa dan PT Hamparan Laut Sejahtera. Gendo pun menohok Krisna Samudra selaku moderator untuk membantah bahwa RZWP3K tidak mengakomodir proyek tambang pasir laut lepas Pantai Kuta.
Krisna Samudra justru melempar tantangan tersebut kepada tim penyusun RZWP3K Bali Ketut Sudiarta. Ketut Sudiarta pun menyampaikan bahwa dokumen RZWP3K tersebut memang mengakomodir proyek karena perizinan sudah diterbitkan, seperti tambang pasir laut. “Ini satu-kesatuan dengan pengembangan bandara ada kajian dan juga ada koordinatnya serta rekomendasi izinnya di situ,” tukasnya.
Atas penjelasan dari tim penyusun RZWP3K, Krisna Samudra terdiam dan secara tidak langsung telah membuktikan penjelasan Gendo bahwa RZWP3K adalah bancakan proyek yang dilegalkan dalam bentuk perda. Lebih lanjut, Gendo menjelaskan bahwa RZWP3K tidak boleh mengakomodir proyek. Namun sebaliknya, RZWP3K adalah dokumen yang nanti akan mengatur Perda dan mengatur proyek.
Ketut Sudiarta, tim penyusun RZWP3K, menegaskan bahwa FGD penyusunan dokumen final RZWP3K adalah FGD yang buruk karena tidak ada satu pun tanggapan dari dinas terkait tentang keberatan Walhi Bali agar proyek tambang pasir laut, perluasan Pelabuhan Benoa dan perluasan Bandara Ngurah Rai dikeluarkan dari RZWP3K. “Ini adalah FGD yang buruk. Dinas-dinas yang sudah diberikan kesempatan justru tidak berkomentar,” tegasnya.
Saat pertemuan tersebut Walhi Bali langsung menyerahkan nota protes kepada Ketua Pokja RZWP3K Bali Made Sudarsana. Pada intinya nota protes dari Walhi Bali meminta agar proyek tambang pasir laut, perluasan Bandara Ngurah Rai dan perluasan Pelabuhan Benoa dengan cara reklamasi dikeluarkan dari dokumen RZWP3K.
Lebih jauh, Walhi juga mendesak Ketua Pokja RZWP3K untuk serius mengundang masyarakat adat yang terdampak langsung terhadap proyek RZWP3K Bali. (kmb/balipost)