BEIJING, BALIPOST.com – Para pengunjung dengan tertib memasuki gedung Capital Museum China, di Beijing, Sabtu (24/8). Satu persatu memasuki gedung dengan pemeriksaan yang ketat dari petugas.
Mereka kemudian menaiki gedung berlantai enam di sisi barat. Mengamati satu per satu koleksi museum. Antusias masyarakat mengunjungi museum ini sangat tinggi. Selain pelajar dan mahasiswa, pengunjung juga banyak dari kalangan masyarakat berbagai profesi. “Kalau hari libur, kunjungan per harinya bisa mencapai 4.000 orang,” ujar salah satu pemandu museum, Liu Lusha kepada para jurnalis dari Bali, NTB dan NTT dalam kunjungan ke Tiongkok, 24-31 Agustus 2019. Sebanyak 10 jurnalis ini diundang pemerintah Tiongkok melalui Konjen RRT di Denpasar, Bali.
Gedung museum bergaya modern ini dibangun tahun 2006, menampilkan situs sejarah tentang peradaban Beijing dari zaman batu hingga perkembangan zaman selanjutnya. Gedung ini berdiri megah dengan dua blok, di sisi barat dan timur. Di situ pengunjung dapat melihat peninggalan peradaban masyarakat Beijing pada paleothic age atau zaman batu.
Kemudian peninggalan pada zaman perunggu. Pada zaman perunggu, masyarakat Beijing sudah menggunakan alat transaksi berupa uang kepeng yang di Bali lebih dikenal dengan pis bolong.
Alat transaksi ini kemudian tampak lebih sempurna pada zaman berikutnya. Demikian juga perabotan sehari-hari, termasuk alat sembahyang, digambarkan sudah mengalami kemajuan, seperti pada zaman Dinasti Han, 221 BC-AD 220. Demikian juga peradaban berikutnya pada zaman Sui, Tang telah mengalami kemajuan pesat.
Pada salah satu bilik bangunan, pengunjung dapat melihat gambaran tentang kemajuan ekonomi dan perdagangan masyarakat Beijing dengan dibangun pelabuhan lengkap dengan alat angkutnya berupa perahu. Termasuk gambaran tradisi dan budaya yang berkembang pada era selanjutnya, seperti kesenian barongsai, busana dan sebagainya.
“Museum ini menyajikan koleksi peradaban pada zaman batu hingga peradaban berikutnya. Jadi masyarakat khususnya pelajar betul-betul mendapatkan edukasi tentang peradaban masyarakat Beijing ketika datang ke museum ini. Mereka tidak dipingunguti biaya karcis masuk, alias gratis. Namun karena pengunjung banyak, mereka harus booking dulu,” ujar Lui Lushi didampingi Erika Gunawati dari Konjen RRT Denpasar yang memimpin rombongan jurnalis tersebut.
Sementara itu jurnalis Bali, NTB dan NTT mendapat kesempatan berkunjung ke Tiongkok selama satu minggu. Mereka bertolak menuju Beijing Sabtu (24/8) dinihari. Sebelum berangkat, Jumat (23/8) mereka melakukan pertemuan dengan Konjen RRT Mr. Gou Haodong sekaligus diundang santap malam di rumah jabatannya di Denpasar.
Konjen menyampaikan, kedatangan para jurnalis ini diharapkan dapat menginformasikan tentang Tiongkok, dengan melihat atau mengamati langsung. Sebab pepatah kuno menyebutkan, melihat sekali jauh lebih baik daripada mendengar seratus kali.
Kunjungan para wartawan ini diharapkan dapat mengambil peran untuk mempromosikan Tiongkok yang sesungguhnya. Dikatakan, hubungan Indonesia dengan Tiongkok sudah terjadi sejak lama. Diharapkan dalam perkembangan ke arah lebih maju ke depan, kedua negara bisa saling mendukung dan melengkapi.
Di Beijing, para jurnalis dari sejumlah media tersebut mengunjungi National Centre for the Performing Arts of China, China Capital Museum, Forbidden City dan Mu Tian Yu Great Wall. Para jurnalis itu juga mengunjungi Beijing Planning Exhibition Hall. Juga berkunjung ke Jiangxi Nanchang melihat objek wisata desa Huangling yang menonjolkan kekhasan bangunan desa daerah Jiangnan dan berkunjung ke Huang yue, menyaksikan langsung kerajinan pembuatan porselen. (Subrata/balipost)