Suasana di proyek reklamasi Pelabuhan Benoa. (BP/edi)

DENPASAR, BALIPOST.com – Langkah Gubernur Wayan Koster menghentikan proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa diapresiasi sejumlah akademisi. Mereka itu: Prof. Dr. Wayan Windia M.A., Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra dan Prof. Dr. I Made Surada. Mereka menilai kebijakan Gubernur merupakan langkah tepat dan berani dalam penyelamatan alam Bali.

Guru Besar IHDN Denpasar Prof. Dr. I Made Surada, M.A. menyatakan penghentian pengurukan wilayah laut yang telah menyebabkan hancurnya ekosistem bakau seluas 17 hektar serta memicu terjadinya sejumlah pelanggaran adalah langkah tegas yang secara nyata ‘’berani’’ diputuskan oleh seorang pemimpin Bali. Sebab, di dalam kehidupan orang Bali mengenal slogan ‘’Seken, Saja, Bani’’. Saat ini slogan tersebut telah dilaksanakan oleh Gubernur Koster yang berani menghentikan proyek reklamasi di areal Pelabuhan Benoa.

Baca juga:  Lihat Erupsi, Warga Ban Meninggal Serangan Jantung

‘’Slogan orang Bali Seken, Saja, Bani telah dilaksanakan oleh Pak Koster. Gubernur telah berani secara tegas menghentikan proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa. Itu pertanggungjawaban beliau selaku umat dan ketegasan beliau selaku pemimpin untuk membuat Bali ini menjadi kuat dan utuh kembali sesuai dengan kejatiannya,’’ ujar Wakil Rektor I IHDN Denpasar, Senin (26/8).

Dijelaskan, dalam agama Hindu laut merupakan tempat yang disucikan dan disakralkan, sehingga dimasukkan dalam program ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’. Karena disucikan, seharusnya keberadaan laut tidak boleh diutak-atik dengan alasan dan tujuan apa pun. Sebab, apabila keseimbangan laut terganggu, maka akan menimbulkan dampak secara sekala dan niskala.

Sementara itu, sikap Gubernur juga diapresiasi Prof. Dr. Wayan Windia. Kepala Pusat Penelitian Subak Universitas udayana ini mengatakan, penghentian reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa menunjukkan konsistensinya seorang pemimpin yang mengabdikan diri untuk kepentingan Bali. Sebab, visinya ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’ juga mengandung makna menjaga kelestarian dan kesucian alam Bali.

Baca juga:  Oknum Polisi dan Residivis Berkolaborasi, Diduga Lakukan Ini

Kata Windia, pembangunan di Bali Selatan memang sudah seharusnya dimoratorium. Lalu geser ke lokasi lain. Ketimpangan regional adalah penyakit yang kini masih menggerogoti Bali.

Oleh karena itu jangan semua pembangunan numplek di selatan. ‘’Gubernur Koster memang hebat sekali. Tidak ada demo-demo yang menentang, tiba-tiba saja Pak Gub mengambil keputusan yang keras dan tegas. Berbeda dengan kasus Teluk Benoa. Ramai sekali tantangan dari para LSM di Bali. Ini pertanda bahwa Gubernur Koster selalu awas terhadap Bali. Pak Gub menunjukkan concern-nya pada alam Bali, manusia Bali dan budaya Bali,’’ tegasnya.

Baca juga:  Polresta Bantu Penggerebekan Perdagangan Orang di Sanur

Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, Guru Besar Hukum Ekonomi Internasional Universitas Udayana, mengatakan sikap Gubernur melalui Surat Gubernur No. 660.1 merupakan sikap yang konsisten dengan amanat konstitusi, UU HAM, dan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang lingkungan hidup, tata ruang, dan RPJP.

Setiap pembangunan/pengembangan kawasan di Bali oleh setiap pemangku kepentingan perlu memperhatikan minimal 4 syarat: ekonomi, ekologi, religi, estetika. Karena keempatnya menyangkut hak asasi manusia masyarakat Bali yang dipayungi konstitusi dan UU HAM, serta kepentingan nasional negara dalam rangka pengembanan visi pembangunan nasional yang berkelanjutan. Mudah-mudahan semua pihak memiliki komitmen yang sama dalam menjaga Bali demi keberlanjutan posisi dan fungsi Bali sebagai salah satu lokomotif perekonomian Indonesia. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *