Mahasiswa dari Papua mengikuti Aksi Damai Bhineka Tunggal Ika di Simpang Balapan, Malang, Jawa Timur, Jumat (23/8). (BP/ant)

Kita terperanjat dengan adanya unjukrasa massal di Papua beberapa waktu lalu. Pemicunya adalah adanya usikan komunitas mahasiswa Papua yang ada di Surabaya dan Malang.

Kita katakan usikan karena hingga sekarang masih simpang siur beritanya. Tetapi unjuk rasa tersebut diawali oleh peristiwa yang ada di Surabaya dan Malang. Kita terkejut karena jalaran peristiwa demikian cepat. Maksudnya hanya dalam hitungan jam telah sampai di Papua.

Tentu saja kemudian kita khawatir karena masalahnya terpicu di Papua, salah satu wilayah Indonesia yang boleh dikatakan sering ada gejolak. Yang kita maksudkan gejolak adalah adanya penembakan, pembunuhan, konflik dan sebagainya.

Konflik itulah yang bisa memperdalam peristiwa unjukrasa yang terjadi kemarin dulu. Sedikit saja ada masalah yang terjadi di Papua, dunia yang memperhatikan. Di situ juga ada faktor ekonomi internasional, yang terfokus pada Freeport McMoran.

Ada yang mengatakan bahwa wilayah Papua masih belum mendapatkan perhatian. Akan tetapi, jika kita melihat ke belakang sesungguhnya bukan tidak ada perhatian. Memang ada persoalan pelik di wilayah tersebut. Ada faktor sumber daya manusia, geografis, budaya, ekonomi bahkan politik.

Baca juga:  Cerdas Menjabarkan Kepercayaan Publik

Faktor politiknya tidak sekadar internal tetapi juga di fora internasional. Di masa pemerintahan Gus Dur, yang paling jelas adalah dengan mengubah nama Irian dengan Papua. Juga ada pembagian wilayah, tidak ada lagi satu wilayah Papua yang demikian besarnya. Pada zaman Joko Widodo saat ini, pembangunan sarana juga telah dilakukan di Papua. Kiranya perhatian itu sudah cukup dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Bahwa kemudian masih ada persoalan seperti yang kita saksikan beberapa waktu lalu, ada sesuatu yang harus dikerjakan. Ini barangkali yang harus kita perhatikan.

Kita garis bawahi faktor mikro yang juga sangat menentukan. Mikro itu adalah faktor individual dan mungkin juga kelompok. Di tengah demikian majunya teknologi komunikasi berbasis teknologi 4G, sangat mudah menggelontorkan informasi.

Baca juga:  Belum Sesuai Rencana, Pembangunan Boulevard Sepanjang Gilimanuk

Informasi ini langsung menusuk dari individu ke individu dan dari kelompok ke kelompok. Itulah yang mungkin terjadi dalam kasus di Surabaya, Malang, dan langsung ke Papua.

Kita harus mampu mengontrol diri agar tidak menyebarkan isu-isu yang tidak benar. Kasus unjuk rasa yang terjadi di Papua itu dikompori oleh adanya mahasiswa Papua yang meninggal. Ada juga kata-kata penyerbuan di asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

Padahal sesungguhnya itu telah dibantah oleh kepolisian Indonesia. Jadi, dalam peristiwa seperti ini, faktor individu sangatlah penting diperhatikan. Harus bisa memahami bahwa Papua merupakan bagian dari Indonesia dan memang begitulah keadaannya sejak semula.

Tidak ada lain. Ujaran rasis, pelecehan dan sejenisnya sangat tidak layak dipraktikkan di Indonesia. Apalagi menyinggung masalah-masalah kesukuan.

Dari sudut politik kenegaraan, memang kiranya ada persoalan di tanah Papua. Salah satunya adalah pembangunan di wilayah tersebut. Di seluruh wilayah Papua. Pembangunan yang dimaksud tentu saja yang terkait dengan kebutuhan masyarakat di sana.

Baca juga:  Tinjau Pembangunan Pelabuhan Sanur, Gubernur koster Minta Sesuai Desain dan Berkualitas

Yang paling utama dan mendasar adalah transportasi. Inilah yang paling dulu harus dilakukan. Presiden Joko Widodo telah melaksanakan dan mengunjungi pembangunan tersebut. Dari perspektif kebijakan, itu telah dilakukan. Akan tetapi, saking demikian besarnya dan luasnya wilayah Papua, tentu ini tidak dapat dilakukan secepat yang diinginkan pikiran manusia.

Jadi, untuk ukuran Papua dan daerah lainnya di Indonesia yang memerlukan penanganan, harus ada pola pembangunan sistematis yang berkelanjutan. Memerlukan pemikiran mendalam untuk Papua.

Berkelanjutan yang dimaksudkan di sini adalah pola dan program yang telah dicanangkan oleh pemerintah sekarang harus dilanjutkan oleh pemerintah berikutnya tanpa mengubah platform dasar yang sudah dicanangkan. Paling tidak diperlukan empat pemerintahan untuk membangun sarana jalan di Papua.

Setelah pembangunan sarana perhubungan tersebut, barulah ditetapkan pola pembangunan yang lain. Harus juga dipikirkan bahwa dalam proses pembangunan tersebut faktor politik diminimalkan.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *