DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan, proses administrasi dan dasar hukum pelaksanaan reklamasi seluas 85 hektar di sekeliling Pelabuhan Benoa oleh PT Pelindo III sejatinya sudah memenuhi syarat. Hanya, dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan Rencana Induk Pengembangan (RIP) pelabuhan dan Amdal.
“Seharusnya di situ sebelum direklamasi, dibangun dulu tanggul penahannya, kedua penyaringnya seperti di Ngurah Rai (reklamasi Bandara Ngurah Rai-red). Karena tidak dibuatkan tanggul penahan, ditimbun tanah di sana, galian dari Pelabuhan Benoa sekarang meluber ke mana-mana,” ujar Koster ditemui di Kantor Gubernur Bali, Selasa (27/8).
Tanah yang diduga mengandung zat-zat berbahaya itu, lanjut Koster, utamanya masuk ke wilayah mangrove sehingga mangrove mati. Mantan anggota DPR RI ini sebetulnya tidak mempersoalkan pembangunannya, tapi dampaknya karena tidak dikelola secara benar sesuai dengan SOP-nya. Sebab, tanah yang luber itu halus dan padat seperti semen sehingga membuat akar mangrove tidak bisa berkembang. Kalau pun ditanami mangrove baru juga tidak mungkin tumbuh karena tanah juga mengandung zat-zat yang diduga berbahaya.
“Pembangunan Pelindo di kawasan yang tidak ada kaitannya dengan reklamasi jalan terus. Yang kita minta adalah reklamasi di dumping I dan II supaya ditata dan dikembalikan sebagai kawasan terbuka hijau,” jelasnya.
Koster mengaku tidak mau tahu dengan proses reklamasi yang sudah berjalan 88,81 persen. Sebab, ini adalah kesalahan Pelindo yang tidak menjalankan SOP dengan benar. Bagi Ketua DPD PDI-P Bali ini, yang terpenting adalah lingkungan harus dijaga. Oleh karena itu, Koster sejak awal telah meminta agar proyek pengembangan pelabuhan tidak diisi dengan pembangunan fasilitas umum. Ia juga meminta Pelindo menutup Restoran Akame yang berada di dekat pelabuhan. “Restoran Akame pun saya minta tutup saja,” pungkasnya. (Rindra/balipost)