Bali identik dengan budaya. Hampir sebagian besar kegiatan masyarakat Bali dilandasi dengan budaya. Apalagi pengembangan pariwisatanya juga berlandaskan budaya. Inilah yang melandasi mengapa pembangunan Bali harus berwawasan budaya. Dengan demikian, maka kloplah kalau kebijakan pemerintah juga menjadikan budaya Bali sebagai rujukan yang utama.
Salah satunya Tri Hita Karana. Pembangunan Bali harus memperhatikan kelestarian lingkungan, menjadikan manusia Bali sebagai subjek pembangunan. Selain itu diperhatikannya kehidupan beragama, sebagai wujud harmonisasi hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Namun, sering kali perubahan menjadikan diri lupa akan hal itu. Apalagi kalau semuanya dihitung berdasar kepentingan ekonomi (kapitalis). Semuanya dilabrak demi ekonomi. Padahal belum tentu kepentingan itu untuk semua masyarakat (kesejahteraan yang berkeadilan). Namun sering kali hanya untuk kepentingan kelompok/investor yang seringkali mengatasnamakan masyarakat.
Namun apa pun itu bentuknya, apakah untuk kepentingan investor atau masyarakat, jangan sampai mengorbankan kepentingan lingkungan, budaya dan agama. Kalau itu dilakukan, maka masyarakat akan tercerabut dari akar budayanya. Karena kapitalis yang merupakan bagian dari budaya asing akan menyingkirkan warga lokal yang jauh dari kata sejahtera.
Oleh karena itu, masyarakat Bali termasuk pemimpin di Bali harus menyadari bahwa Bali hidup dari alam dan budaya. Keduanya harus disinergikan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Mereka harus dengan penuh kesadaran untuk memanfaatkan kebudayaan untuk mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan.
Hal ini akan menjadi landasan serta pola pikir masyarakat Bali. Bahwasanya, menyejahterakan masyarakat Bali harus seiring sejalan dengan kemajuan budaya dan lingkungannya. Tidak satu pun harus dikorbankan demi kesejahteraan. Inilah salah satu wujud pembangunan yang berwawasan budaya.
Selain sebagai upaya memelihara identitas dan jati diri Bali, juga untuk menangkal pengaruh negatif dari globalisasi. Sebab, tidak dapat dihindari, globalisasi akan menggiring masyarakat Bali ke dalam perubahan sosial dan budaya dunia. Karena itu kesadaran akan budaya menuntut masyarakat Bali memahami tradisi dan mengapresiasi kebudayaannya dalam kehidupan. Artinya, masyarakat Bali harus sadar dan menempatkan kebudayaan Bali sebagai landasan, upaya, dan tujuan kehidupan.
Dalam kaitan membangun Bali yang berwawasan budaya, harus diawali dengan pembangunan masyarakat Bali yang berwawasan budaya. Sebab, pembangunan manusia selalu menjadi titik pusat perubahan dalam suatu bangsa. Oleh karena itu, selain meningkatkan ilmu pengetahuan, pendidikan juga harus menanamkan keterampilan yang hanya bisa ditempuh melalui latihan mempergunakan ilmu tersebut hingga akhirnya terbentuk kompetensi.
Hal itulah yang nantinya akan membentuk sikap dan perilaku. Tidak terkecuali di Bali, pembangunan pariwisata di Bali yang kini sedemikian berkembang patut mendapat perhatian yang lebih jauh dari kalangan akademisi dan juga dari para pelaku pariwisata, agar dapat memberikan manfaat yang semaksimal mungkin bagi kemakmuran rakyat. Namun kemajuan itu tidak mengorbankan nilai-nilai luhur kebudayaan Bali yang dewasa ini memiliki peranan besar sebagai modal pengembangan pariwisata di Bali.
Semua pihak telah memahami bahwa pembangunan pariwisata di Bali telah memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi di di samping itu juga sering mengorbankan lingkungan, sisi keunggulan Bali.
Jika investor hanya berorientasi pada keuntungan semata dan mengeksploitasi kebudayaan Bali secara besar–besaran, tentu akan mengancam keberadaan Bali ke depan. Inilah yang tidak boleh terjadi di tengah program pariwisata berkelanjutan. Karenanya, Bali harus dibangun dengan konsep budaya oleh orang-orang yang paham akan budaya Bali. Sebab, itulah kekuatan Bali yang sebenarnya.