MANGUPURA, BALIPOST.com – Pembangunan di Bali terus berkembang, baik di sektor pariwisata maupun sektor lain. Namun, sangat minim yang memperhatikan kaidah-kaidah green building atau bangunan yang ramah lingkungan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan masih kurangnya kesadaran para investor atau masih perlunya edukasi terkait bangunan ramah lingkungan.
Menurut Ketua Green Building Council Indonesia (GBCI) Bali Putu Agung Prianta, saat ini yang sudah menerapkan green building sebagian besar investor atau klien dari luar negeri dan Jakarta. Investor lokal belum begitu tertarik. “Bangunan green building dari segi harga jauh lebih mahal. Namun, kalau dilihat jangka panjang, konsep green building sangat unggul. Ini yang perlu diedukasi kepada investor,” katanya beberapa hari lalu.
Pihaknya berharap para arsitek dan yang bergerak di dunia konstruksi di Bali lebih mengedukasi klien-kliennya terkait pemahaman green building. Dalam hal ini, arsitek dan yang bergerak di dunia konstruksi harus terus memberikan pertimbangan supaya investor menjadikan bangunan ramah lingkungan sebagai gaya hidup.
Dalam rangka mendukung upaya Pemerintah Provinsi Bali, GBCI Perwakilan Wilayah Bali menggelar pelatihan GP (Greenship Professional) belum lama ini. Kegiatan ini sebagaimana diamanatkan oleh Pemerintah Pusat melalui Peraturan Menteri PUPR No. 02/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau menuju pembangunan berkelanjutan di seluruh Indonesia.
Pelatihan yang digelar di Jimbaran-HUB diikuti 22 peserta, terdiri atas 14 arsitek, dua ahli MEP, dua sarjana teknik sipil, dan empat sarjana teknik lainnya. Sebelumnya telah diluluskan 50 GA (Greenship Associate) tahun 2017 dan 2018 sebagai prasyarat mengikuti pelatihan GP tersebut. Pelatihan GP ini dilaksanakan untuk melahirkan ahli-ahli bangunan hijau yang diharapkan mampu mewujudkan banyak bangunan ramah lingkungan di Bali.
Dengan adanya banyak GP di Bali, diharapkan bisa dimanfaatkan Pemprov Bali untuk menerapkan konsep hijau pada kawasan dan gedung sesuai program Gubernur Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali. “Para GP berkontribusi signifikan terhadap proses pembangunan yang lebih ramah lingkungan sesuai konsep Tri Hita Karana yang menjadi nilai hidup masyatakat Bali,” ujar Prianta didampingi Kadek Pranajaya, Ketua IAI-Bali sekaligus Wakil Ketua GBCI-Bali.
Perwakilan GBCI Pusat untuk wilayah Bali, DK Halim, Ph.D, GP, menambahkan, bangunan hijau menerapkan kaidah-kaidah hijau dalam perencanaan dan pembangunannya. Hal ini membuat habitat tempat tinggal manusia menjadi sebuah lingkungan yang sehat sebagaimana menjadi tujuan bangunan hijau.
Greenship adalah program sertifikasi bangunan hijau yang di-endorsed oleh GBCI yang terafiliasi dalam World Green Building Council (WGBC) yang ada di 70 negara. Lulusan GP diakui secara nasional sebagai ahli bangunan hijau dan saat ini menjadi syarat tender proyek-proyek pemerintah. Bagi peserta yang lulus pelatihan GP ini dapat praktik menjadi konsultan bangunan hijau selain menjadi assessor/auditor proyek-proyek bangunan hijau yang diharapkan dapat membawa pengaruh bagi proses pembangunan di Bali agar lebih ramah lingkungan.
Aspek green building meliputi penghematan energi, penghematan air, perancangan yang baik, sumber material, salah satunya material yang bisa 3R, Reuse, Reduce, dan Recycle, sehingga limbah yang dihasilkan bisa sekecil mungkin. (Yudi Karnaedi/balipost)