DENPASAR, BALIPOST.com – Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menghadiri puncak peringatan Hari Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-24 di Lapangan Puputan Margarana, Niti Mandala Renon, Denpasar, Rabu (28/8). JK tercatat telah beberapa kali menghadiri Hakteknas yang disertai pameran hasil riset dan produk inovasi unggulan.
Ia pun menceritakan pengalamannya tahun lalu, yakni “disuguhi” pameran dengan hasil kerja yang 2-3 tahun sebelumnya sudah pernah dilihatnya. “Jadi, mulai tahun-tahun setelah itu pokoknya penemuan itu harus ada tahunnya. Yang bisa dipamerkan hanya satu tahun terakhir. Tidak boleh lima tahun terakhir,” ujarnya.
Secara khusus, JK menyentil Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang ikut kedapatan tidak memamerkan inovasi baru, padahal teknologi berkembang begitu pesat. Indonesia memang telah berhasil meningkatkan jumlah riset dan inovasi dibandingkan lima tahun silam. Akan tetapi peringkat negeri ini dalam Global Innovation Index masih kalah dengan sejumlah negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Thailand.
Di sisi lain, Indonesia memiliki 4.500 universitas yang bisa mendukung lahirnya riset dan inovasi. “Kita hanya mengalahkan Kamboja, negara yang lebih kecil dan baru saja ingin maju. Artinya, kita masih perlu bekerja keras,” jelas Wapres.
Menurut JK, Indonesia bisa mencontoh Cina yang perkembangan teknologinya sangat cepat. Negeri Tirai Bambu menerapkan langkah meniru, lalu memperbaiki, dan melakukan inovasi. Memang tidak ada negara yang langsung maju karena inovasinya sendiri. Teknologi merupakan sesuatu yang berkembang, tidak bisa dimulai dari nol karena akan memakan waktu lama.
Kemajuan bangsa juga tidak bisa direngkuh kalau implementasi Hakteknas hanya dalam bentuk seremonial. Pertama-tama, pendidikan harus lebih maju dan lebih baik dari tahun ke tahun. Sebab, dari pendidikan-lah teknologi yang memiliki nilai tambah berasal. “Negara sebesar ini yang punya 4.500 universitas, inovasinya baru nomor 85. Cina hanya punya 2500 universitas. Artinya, jumlah universitas tidak relevan dengan hasilnya,” imbuhnya.
JK menyebut teknologi tidak hanya dalam bentuk IT, tapi juga inovasi dalam pelayanan dan sistem. Suatu inovasi bisa bermakna apabila dapat dikomersialkan. Kalau tidak bisa dikomersialkan atau dipasarkan, inovasi hanya akan berakhir untuk memenuhi lemari-lemari buku.
Masyarakat Indonesia harus memiliki budaya membaca serta budaya untuk melakukan riset dan melahirkan inovasi. Universitas khususnya mesti bisa melihat ke depan. “Bukan hanya memperingati, tapi membuat suatu target agar semuanya dapat menyumbangkan tenaga, pikiran, dan inovasi untuk kemajuan bangsa,” pungkas Jusuf Kalla. (Rindra/balipost)