Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) ke-13 dan Call for Papers, Kamis (29/8). (BP/edi)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Dengan hadirnya era baru yang dimulai dengan munculnya era digitalisasi, Bank Indonesia (BI) menilai hal ini perlu direspons. Khususnya sejak global krisis maupun saat ini yang ditandai oleh meredanya globalisasi dan munculnya era digitalisasi.

Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, ada empat aspek meredanya globalisasi dan meningkatnya digitalisasi. Seperti makin kuatnya sejumlah negara yang lebih mengandalkan internal dalam perdagangan internasional yang ditandai dengan terus berlangsungnya ketegangan.

Seperti misalnya Ketegangan perdagangan antara Amerika dengan Tiongkok, Amerika dengan Eropa dan sejumlah negara. “Di sinilah bank sentral harus bisa merumuskan hal tersebut,” kata Perry dalam pembukaan Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) ke-13 dan Call for Papers pada tanggal 29-30 Agustus 2019 di Kuta, Kamis (29/8).

Baca juga:  Pengurus LPLPD Diperiksa Penyidik Ditreskrimsus

Pihaknya menyampaikan, BI mendukung globalisasi perdagangan internasional karena bisa memakmurkan ekonomi berbagai negara, perdagangan internasional terbuka, meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas. Oleh karenanya, ketegangan perdagangan ini perlu disikapi karena tidak baik.

Sebab ketegangan dalam perdagangan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi dan tidak baik bagi semua negara. Kedua, kata Perry, terkait arus modal antarnegara. “Itu tidak hanya dijelaskan pada perbedaan suku bunga/yield atau return antarnegara, tetapi juga dipengaruhi pada risiko. Pengaruh risiko yaitu arus modal antarnegara dan volatilitas nilai tukar,” pungkasnya.

Dikatakannya, respon kebijakan termasuk dari bank sentral tidak bisa hanya mengandalkan suku bunga. Efektivitas kebijakan suku bunga untuk mencapai stabilitas harga atau mendorong pertumbuhan menjadi kurang efektif. Terlihat di sejumlah negara maju, suku bunga sudah 0 persen tetapi kurang mampu menjaga kestabilan harga dan mendorong pertumbuhan, sehingga beberapa negara maju melakukan kebijakan quantitative, pelongaran uang beredar. “Respon bank sentral tidak hanya mengandalkan suku bunga, tetapi juga harus dibarengi kebijakan kebijakan kualitas,” terangnya.

Baca juga:  Dukung Industri Fintech, Pemerintah Alokasikan Puluhan Triliun Bangun Infrastruktur TIK

Mandat bank sentral di beberapa negara tidak hanya menjaga inflasi tapi ikut juga menjaga stabilitas sistem keuangan, sehingga kebijakan makroprudensial banyak diterapakan di berbagai negara menjadi penting. “Dengan berkuranganya efektivitas suku bunga bank sentral perlu mengkomplimenter kebijakan suku bunga dengan stabiliats nilai tukar, uang beredar, makro prudensial,” ucapnya.

Dengan makin maraknya digitalisasi di bidang ekonomi dan keuangan, banyak muncul startup e-commerce dan lainnya. Di bidang keuangan, kalau dulu pelayanan jasa keuangan banyak diberikan oleh bank maupuan lembaga keunagan lainnya misalnya melalui penghimpunan dana tabungan, deposito dan penyaluran melalui kredit.

Baca juga:  Kodam Rekrut Calon Tentara Berkemampuan Bidang Keagamaan

Kini, munculnya digitalisasi khususnya keuangan, servis-servis tersebut makin banyak diberikan oleh fintech. Fintech muncul untuk pemberian dana mulai funding, peer to peer lending dan sistem pembayaran uang elektronik. Ia pun menilai munculnya digitalisasi perlu direspons tidak hanya oleh perbankan namun juga pengambil kebijakan termasuk bank sentral. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *