DENPASAR, BALIPOST.com – Masa jabatan pimpinan dan anggota DPRD Bali periode 2014-2019 berakhir, Senin (2/9) ini. Selama lima tahun menjadi wakil rakyat, kinerja dewan rupanya masih belum dirasakan optimal.

Sekalipun di detik-detik akhir masa jabatannya, DPRD Bali berupaya menuntaskan sejumlah rancangan peraturan daerah menjadi perda agar tak menjadi “hutang” di periode berikutnya. “Meskipun tidak ada hutang ranperda, karena saat-saat terakhir telah dikebut dan diketok palu secara serentak, cara menyelesaikan hutang dengan cara ini kurang bagus hasilnya,” ujar Ketua LSM Bali Sruti, Luh Riniti Rahayu dikonfirmasi, Minggu (1/9).

Baca juga:  Hasil Survey Tahun 2015, 60 Persen Wisdom Tolak Bayar Kontribusi

Menurut Riniti, DPRD Bali sesuai tupoksinya dalam hal legislasi mestinya bukan hanya mampu menyelesaikan perda dari segi kuantitas. Namun harus diiringi pula dengan kualitas.

Sebab, apapun yang diselesaikan secara tergesa-gesa pasti memiliki hasil kurang baik. “Hal ini kemungkinan menambah beban kerja yaitu revisi-revisi perda yang kurang sempurna oleh DPRD berikutnya,” jelas akademisi Universitas Ngurah Rai ini.

Riniti menambahkan, kinerja dewan juga belum optimal dalam hal penganggaran. Ini lantaran pada saat-saat terakhir, yaitu menjelang pileg dan pilpres 2019, masih terlihat negosiasi antara DPRD dengan eksekutif yang mementingkan individu maupun kelompok secara politis.

Baca juga:  Dibanding Sehari Sebelumnya, Tambahan Kasus COVID-19 Bali Alami Kenaikan

Yaitu dengan mengalokasikan dana bansos tinggi. “Ini tentu membuat pengurangan alokasi anggaran lainnya yang bermanfaat bagi rakyat,” jelasnya.

Belum lagi bicara fungsi kontrol, Riniti melihat dewan belum melakukan dengan optimal pula. Utamanya terhadap penyelenggaraan pemerintah berdasarkan perda-perda yang sudah ditetapkan.

Dalam hal ini, banyak substansi perda yang tidak dilaksanakan pemerintah daerah. Terkait hal ini, anggota DPRD Bali terpilih periode 2019-2024 diharapkan menjadi legislator berdasarkan kepercayaan rakyat, bukan berdasarkan keahlian atau kepakarannya.

Sehingga saat bertugas, agar dapat merumuskan aspirasi masyarakat untuk menjadi perda. “Maka diperlukan para ahli, pakar, untuk membantunya. Banyaklah bekerjasama dengan para ahli, perguruan tinggi maupun LSM-LSM, agar hasil rumusan ranperda tidak asal-asalan,” terangnya.

Baca juga:  Tambahan Kasus Positif COVID-19 di Bali Melonjak, Lampaui 100 Orang

Meskipun para legislator ini bukan berasal dari pakar, lanjut Riniti, tetap harus memahami permasalahan daerah Bali secara sosial ekonomi yang kini semakin rumit. Dewan terpilih yang baru juga mesti bekerjasama dengan eksekutif secara harmonis demi Bali. “Namun tanpa menghilangkan kemandirian yang kritis dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran,” pungkasnya. (Rindra Devita/balipost)
Foto Riniti Rahayu (ist)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *