MANGUPURA, BALIPOST.com – Hanya ucapan terima kasih yang terlontar dari Made Masih, perintis Made’s Warung pada malam perayaan anniversary ke-50 Made’s Warung, Jumat (30/8) di Made’s Warung, Seminyak. Rasa syukur dan bahagianya tidak bisa diungkapkan karena semua keluarganya berkumpul, baik anak dan cucunya untuk merayakan kerja kerasnya.
Ditemui di sela–sela acara, Peter Steenberger, suami Made Masih berharap di usia ke-50 tahun ini, Made’s Warung dapat diteruskan oleh generasi berikutnya agar kuliner Bali khususnya dapat juga diteruskan. “Harapannya Warung Made sampai usia 100, tapi itu harapan, apa bisa jadi saya tidak tahu,” ungkapnya.
Bersama istri, ia pun akan berupaya untuk terus meningkatkan kualitas masakan. Karena jaman terus berubah, generasi berubah dan selera orang Indonesia pun juga berubah. “Sebab kita punya banyak langganan orang Indonesia,” ujarnya sambil menunjukkan miniatur warung, tempat pertama kali istrinya berjualan.
Made’s Warung dimulai sejak nenek Made Masih membuka warung di Jalan Pantai Kuta. Belum banyak turis ke Bali sekitar tahun 60-an. Pantai Kuta masih sepi.
Banyak orang mencari ikan dan banyak tukang emas. “Sebab kita anggota dari Pande Mas, dulu banyak Pande Mas di sini,” tuturnya.
Seusai Made Masih menyelesaikan sekolahnya, ia meneruskan usaha neneknya. Sehingga Made’s Warung ditetapkan berdiri sejak tahun 1969 meskipun sebelum itu, nenek Made Masih sudah merintisnya dengan berjualan di warung kecil.
Warung pertama berdiri di Jalan Pantai Kuta, sementara Made’s Warung Seminyak baru berdiri tahun 1997. Sampai saat ini jumlah cabang Made’s Warung ada lima di Bali dan 1 di Belanda. Rencananya Made’s Warung buka cabang di Jakarta. Cabang Made’s Warung di Bali yaitu di Kuta, Seminyak, Canggu, dan Bandara Ngurah Rai.
Menu pertama yang dijual yaitu tipat cantok, rujak, jaja injin, kopi tubruk, dan jaja Bali. Semakin berkembangnya zaman, menu Made’s Warung juga berkembang hingga menjual nasi campur. Diakui yang paling banyak dicari saat ini nasi campur, nasi goreng, mie goreng, dan sate.
Selama ini ia melihat rating di google dan media sosial tentang warungnya, semua mengatakan bagus. Tapi ia sadar tidak bisa 100 persen orang menyukai warungnya ataupun menunya. “Pasti kadang–kadang ada orang tidak suka, sebab tidak semua orang mengerti masakan Indonesia, terutama orang barat. Umpamanya kita sajikan gado–gado (tipat cantok) banyak orang barat complain, karena makanannya dingin. Padahal memang disajikan dingin,” tuturnya. (Citta Maya/balipost)