Wisatawan mengunjungi pasar kerajinan yang berlokasi di Ubud. (BP/dok)

Era teknologi membuat berbagai sektor terdampak. Tak terkecuali sektor pariwisata. Sistem transaksi yang bergeser, pola hidup yang bergeser, dan bergesernya seni mengelola kehidupan juga membuat perilaku dan peradaban manusia mencari bentuk baru.

Dalam dunia pariwisata, kini sistem pemasaran dan promosi juga menggunakan teknologi. Layanan digital dan memiliki daya jelajah yang sangat luas telah memicu pergerakan dari pola-pola tradisi ke modern. Digitalisasi kini juga menjadi istilah yang amat populer untuk merujuk perilaku kita.

Dalam konteks pariwisata, Bali juga harus tetap beradaptasi dengan teknologi. Namun, identitas pariwisata Bali jangan sampai ikut tergerus. Bali harus tetap dalam bingkai pariwisata budaya namun seni pemasarannya yang diselaraskan dengan teknologi. Kita tentu bisa melakukan adaptasi secara frontal dengan meningalkan budaya dan tradisi yang kental dengan akses tradisional hanya untuk mengejar target-target pariwisata. Bali haruslah tetap memiliki identitas dan keunikan dalam mengelola parwisata.

Baca juga:  Jika Masyarakat Konsisten Terapkan PPKM, Kasus Covid-19 Diyakini Menurun

Kita sadari juga kini internet merupakan perwujudan teknologi komunikasi masa kini yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan informasi dan komunikasi. Internet menjadi kebutuhan dalam pencarian informasi terkait perencanaan, pengambilan keputusan wisata dan segala kebutuhan pembelinya.

Hal ini disebabkan karena internet menjadi sumber informasi utama yang memiliki tingkat interaktivitas dan kustomisasi tinggi sehingga dapat memberikan pengalaman sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Internet berkembang pesat berkat penetrasinya yang tinggi, sehingga diminati untuk kegiatan penjualan dan pemasaran. Kekuatan internet dalam menyebarkan pesan secara luas dan interaktivitasnya memudahkan penyampaian pesan secara real time.

Baca juga:  Menunggu Reinkarnasi Ujian Nasional

Kemunculan internet yang masif mendorong perusahaan mengimplementasikan e-business untuk memperoleh efisiensi proses bisnis yang dilakukan perusahaan. Menurut World Tourism Organization (WTO), internet telah mengubah sistem distribusi informasi dan penjualan layanan pariwisata secara revolusioner.

Untuk itu, dalam menghadapi era digital ini, sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci. Profesionalisme SDM harus menjadi rujukan dalam  menghadapi era revolusi industri 4.0 yang bertumpu pada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Pada era revolusi industri 4.0, mengharuskan kita masyarakat Bali untuk mempersiapkan terbangunnya sumber daya manusia yang andal. Kolaborasi dan sinergitas antara stakeholders (pemerintah, masyarakat, akademisi, dan dukungan ICT) sangat dibutuhkan dalam pengembangan pariwisata Bali berbasis budaya, sepakat bahwa ancaman dunia kerja yang akan digantikan oleh mesin dan tekonologi menjadi tidak berarti jika pemerintah pusat maupun daerah khususnya Bali, mampu membangun SDM yang berkualitas.

Baca juga:  Menekan Pengangguran Terdidik

Artinya, dalam konteks tetap bisa eksis dalam menjaga dan memenangkan persaingan pada era digital ini, Bali haruslah melakukan adaptasi namun jangan sampai mengabaikan kearifan lokal. Budaya haruslah tetap menjadi ciri pengembangan pariwisata Bali.

Terjebak dalam era digital dan ikut-ikutan melakukan modernisasi hanya akan mengaburkan posisi Bali sebagai destinasi pariwisata budaya. Kita harus konsisten dengan identitas pariwisata budaya. Menjauh dari identitas pariwisata budaya hanya akan mempercepat kehancuran pariwisata Bali pada era digitalisasi.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *