Sumpah sudah diucapkan. Sebelum diangkat secara resmi menjadi wakil rakyat. Kini sudah sah. Sebelumnya, jutaan janji sudah ditebar saat kampanye. Menjanjikan ini dan itu.
Berupaya memikat hati rakyat dengan segala bentuk cara, jurus, upaya dan sebagainya. Tujuannya jelas, melenggang ke rumah rakyat. Tentu saja dengan tujuan idealis sewaktu kampanye, menjalankan amanat fakyat. Membawanya ke ranah yang lebih baik di segala bidang.
Kini masa janji sudah berlalu. Masa sumpah pun sudah dilaksanakan. Kini tinggal memenuhi janji. Membayar utang kalau memegang janji itu utang. Tinggal menjalankan amanat rakyat. Membawa mereka ke era yang lebih baik. Membantu mereka untuk hidup jauh lebih layak dibandingkan sekarang. Cukup kesejahteraannya, bagus jaminan pendidikannya, bagus juga pelayanan kesehatannya dan sebagainya.
Bersama komponen masyarakat lainnya, terutama dari eksekutif, wakil rakyat dituntut untuk melahirkan produk hukum yang inovatif serta kreatif. Tidak melulu mesti inisiatif sendiri dan juga bukan hanya tukang stempel dan tukang ketok palu. Dewan hendaknya melahirkan produk yang mampu menjadi penawar dahaga yang ditebarkan saat menuju rumah rakyat.
Bagaimana implementasinya sekarang? Jangan hanya gamang menikmati kedudukan, tetapi legislator harus energik dan juga peka aspirasi publik. Jangan lagi melakukan langkah-langkah destruktif yang orientasinya hanya untuk kepentingan personal sang wakil rakyat. Kini, inovasi harus dilakukan, tak boleh mengekor atas kinerja sebelumnya. Tidak hanya garang di permukaan tetapi juga mesti cerdas. Jangan ikut arus yang menenggelamkan. Membawa daerah ini justru ke arah yang lebih buruk. Legislator harus paham dan mencari solusi karena sudah sangat jelas tantangan ke depan jauh lebih kompleks.
Di satu sisi, ada tanggung jawab kepada rakyat, di sisi lain juga ada tanggung jawab kepada diri sendiri serta lembaga. Jangan menjadi sosok wakil rakyat yang hanya tebar pesona di medsos serta menjelang ada hari-hari penting. Jangan hanya bekerja untuk kepentingan diri sendiri serta partai politik. Mesti terus diingat serta ditekankan, ketika berada di rumah rakyat, Anda itu wakil rakyat bukan wakil dari partai politik.
Inilah yang sampai saat ini masih belum bisa dihilangkan. Mereka ini tetap mengganggap diri sebagai wakil parpol di rumah legislatif. Makanya “peperangan” justru lebih banyak terjadi di dalam rumah, antarparpol sendiri. Bukan adu argumentasi kepentingan rakyat yang diwakili. Representasi absolut rakyat membuat mereka sering lupa diri. Apalagi wakil rakyat di Bali. Keunikan Bali sebagai sebuah etos kerja membuat tugas wakil rakyat mejadi lebih kompleks. Mereka ini mesti punya komitmen serta integritas kuat untuk menjadikan Bali sebagai satu kesatuan yang utuh. Tidak hanya dari dalam tetapi juga dari luar. Para wakil rakyat kita setidaknya mampu sebagai benteng hukum. Tidak kita mungkiri, masih banyak politisi yang duduk di legislatif ingin melakulan manuver politik untuk kepentingan sendiri serta kelompok.
Legislator harus sadar bahwa pada era ini tugas makin berat. Makin diperlukan mental baja untuk tetap berada di jalur yang telah digariskan. Jalur pengabdian sebagai wakil rakyat. Jalur yang melayani bukan dilayani. Saatnya untuk menepati janji, bukan mengingkarinya. Bukan pula untuk membuat janji-janji baru ketika sumpah sudah diucapkan. Ada saksi yang akan mencatat. Akan ada sanksi kalau berusaha ingkar. Mari para wakil rakyat yang baru, dengan semangat serta tekad baru, menuju Bali Era Baru.