DENPASAR, BALIPOST.com – Salah satu tantangan Indonesia menyambut Revolusi Industri 4.0 adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM) di bidang teknologi informasi (TI). Kesiapan SDM dirasa belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas untuk mencapai potensi ekonomi digital sebesar USD 150 miliar pada 2025.
Berdasarkan data keluaran Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) nasional 2017 masih rendah yakni di level 4,99 dari skala 1-10. Demikian terungkap dalam PostGresQL Conference (PGConf) Asia 2019 di Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Senin (9/9).
Steering Committee PGConf Asia 2019 Julyanto Sutandang mengatakan, di tingkat global, Indonesia berada di urutan ke-45 dari 140 negara atau ke-4 di wilayah Asia Tenggara di dalam daftar The Global Competitiveness Report 2018 keluaran World Economic Forum.
Di sisi wirausaha, Indonesia disebutnya baru memiliki pengusaha 1,65 persen dari populasi jumlah penduduk dan diperkirakan hanya sekitar 0,43 persen di antaranya berbasis teknologi atau technopreneur. Menurut ICT Development Index 2017, Indonesia berada di peringkat 111 dari 176 negara.
Menurut perusahaan riset A.T. Kearney, sektor pendidikan di Indonesia hanya mampu menghasilkan 278 insinyur TI dari setiap 1 juta penduduk. Angka lulusan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia yang mencetak 1.834 insinyur TI dan India yang menghasilkan 1.159 insinyur TI dari setiap 1 juta penduduk. Riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia membutuhkan 5 kali lebih banyak insinyur TI dalam 10–15 tahun ke depan untuk mendukung perkembangan ekonomi digital.
Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang tepat untuk mencetak sumber daya manusia yang berdaya saing di Revolusi Industri 4.0. “Konferensi ini digelar sebagai bagian dari bentuk tanggung jawab kami dalam membangun solusi dan ekosistem berkelas enterprise di pasar Tanah Air berbasiskan software Open Source,” Jelas Julyanto Sutandang.
Apalagi saat ini dunia TI juga mengalami perkembangan yang pesat dengan berkembangnya software open source PostgreSQL. Pemerintah pun akan mendorong pengembangan aplikasi berbasis open source. Saat ini telah banyak perusahaan yang secara masif menggunakan open source. Pengembangan open source harus senantiasa didorong dan dipromosikan bersama oleh pemerintah, korporasi, NGO atau organisasi mana pun yang ingin mengembangkan sistem database berdasarkan PostgreSQL.
Seiring bertumbuhnya software Open Source di sektor bisnis, maka meningkat pula kebutuhan akan para ahli PostgreSQL. Konferensi ini diharapkan dapat menghasilkan sumber daya TI terbaik di Tanah Air. (Maya Citta/balipost)