Revolusi Industri 4.0 atau generasi keempat, kini menjadi perbincangan dunia. Bagi yang pesimis, ini menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan. Mengingat, revolusi industri generasi keempat ini ditandai dominannya pemanfaatan superkomputer, robot pintar, kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan berbagai kecanggihan lainnya.
Dampaknya, terjadi pengurangan penggunaan tenaga manusia yang berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga meningkatnya angka pengangguran. Revolusi industri 4.0 sebenarnya sudah dimulai begitu teknologi informasi berkembang demikian dahsyatnya. Dengan kecanggihan teknologi informasi, berbagai data dikumpulkan dan dibagi-bagi untuk dimanfaatkan tanpa mengenal batas ruang dan waktu.
Berbagai data (big data) ini dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi canggih, terutama dengan adanya penemuan dan pengembangan intelegensi buatan di segala bidang. Dampaknya, seperti yang dikhawatirkan mereka yang pesimis, akan terjadi pengurangan pemanfaatan tenaga kerja manusia secara besar-besaran. Sebagai negara dengan populasi penduduk cukup besar, wajar ini menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan terutama meningkatnya angka pengangguran.
Bagi yang optimis, revolusi industri 4.0 ini malah membuka peluang baru. Tinggal bagaimana menangkap dan memanfaatkan peluang yang ada, mengolahnya menjadi sebuah berkah. Mereka memanfaatkan teknologi informasi untuk mengakses berbagai data, lalu meramunya dalam aplikasi canggih menggunakan intelegensi buatan.
Kemajuan teknologi informasi telah membuka peluang tiap individu bisa membuka gerai kuliner, fashion sampai jasa perawatan kuku tanpa harus menyewa tempat dengan harga mahal. Mereka cukup memajang dan menawarkan berbagai produk barang maupun jasa mereka di media sosial, dan konsumen yang tertarik akan segera melakukan transaksinya. Dari usaha rintisan (startup) ini, muncul dan berkembang beberapa unicorn (startup dengan valuasi 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14 triliun).
Besarnya jumlah penduduk Indonesia, membuat negara ini memiliki unicorn terbanyak di Asia Tenggara. Dari 7 unicorn di Asia Tenggara, 4 dimiliki orang Indonesia. Unicorn-unicorn ini rata-rata memanfaatkan peluang revolusi industri 4.0, memanfaatkan kecanggihan teknologi (informasi) berbasis jaringan. Berbagai produk barang dan jasa mulai dari pertanian, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) bahkan untuk sekadar perawatan kuku dan sejenisnya, dipasarkan di jaringan maya yang tersebar ke seantero jagat.
Apalagi dengan kecanggihan peralatan telekomunikasi smartphone sekarang ini, benar-benar dunia berada dalam genggaman. Siapa yang menguasai informasi dan mampu memanfaatkannya, dia akan menguasai dunia.
Untuk mampu memanfaatkan peluang itu, pembangunan jaringan telekomunikasi utamanya internet, haruslah menjadi prioritas ke depan. Gencarnya pembangunan infrastruktur utamanya untuk keperluan dunia maya (internet), diharapkan dapat memacu laju pemasaran sekaligus distribusi barang dan jasa ke seluruh tanah air bahkan dunia. Diharapkan, ini menjadi peluang munculnya usaha-usaha rintisan (startup) untuk tumbuh dan berkembang menjadi unicorn-unicorn baru di Indonesia.
Mereka yang kena PHK, bisa membuat usaha rintisan (startup) dari rumah masing-masing berbekalkan kecanggihan teknologi informasi. Pengangguran yang dicemaskan dan dikhawatirkan, akan berubah menjadi startup-startup baru di Indonesia.
Pembangunan infrastruktur terutama telekomunikasi, telah memacu perkembangan startup di Indonesia demikian pesat. Tiap tahun bahkan tiap bulan, bermunculan pemilik startup baru. Ini tidak lepas dari terus meningkatnya pengguna internet di Indonesia. Startup-startup inilah yang melahirkan unicorn, gerakan ekonomi yang bebas mandiri dengan basis jaringan seluas jangkauan internet.