DENPASAR, BALIPOST.com – Usai pelantikan anggota DPRD Bali periode 2019 – 2024, wacana pembangunan gedung baru untuk DPRD Bali kembali mencuat. Terutama agar masing-masing anggota dewan memiliki ruangan sendiri-sendiri.
Mengingat, ruangan yang ada sekarang dinilai sudah tidak representatif. Wacana ini sebelumnya pernah muncul sekitar empat tahun lalu, tapi datangnya dari eksekutif. “Hampir sekian tahun, kita tidak punya ruangan yang representatif. Karpet sudah berdebu, meja-meja sudah hampir rontok semua. Padahal kita susah payah mencari kursi dan meja di sini kan, dengan anggaran yang cukup besar,” ujar Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali, I Gusti Putu Budiarta dalam rapat pembahasan awal tata tertib serta kode etik dan tata beracara DPRD Bali di gedung dewan, Selasa (10/9).
Budiarta mengusulkan agar pembangunan ruangan untuk masing-masing anggota dewan bisa difikirkan pada tahun anggaran mendatang. Tapi dengan catatan, tidak sampai mengurangi kewajiban sebagai seorang wakil rakyat.
Wakil Ketua Sementara DPRD Bali, I Nyoman Sugawa Korry mengatakan, usulan gedung baru sejatinya merupakan kebutuhan real dan bahkan mendesak saat ini. Apalagi, masih ada lahan kosong di bagian belakang gedung dewan yang bisa dibangun.
Namun, masalah anggaran juga harus dipikirkan. Politisi Golkar inipun sempat berkelakar, kalau memang seluruh anggota sepakat alokasi hibahnya dikurangi, maka eksekutif khususnya gubernur sudah pasti bisa menerima usulan tersebut.
“Sebenarnya empat tahun yang lalu justru eksekutif sudah mengusulkan. Tapi beberapa teman (anggota dewan, red) menolak di sini. Kalau sekarang muncul usulan ini, bagus sekali,” ujarnya.
Menurut Sugawa Korry, bangunan gedung dewan memang sudah direhab. Akan tetapi kondisi di dalamnya tidak demikian. Seperti misalnya, ruangan komisi yang penuh dengan dokumen. Kemudian, meja dan kursi yang sudah dipakai sejak tahun 1987. “Logikanya kalau memang itu disetujui, memang harus diikuti dengan kinerja yang lebih baik. Kemudian mereka lebih rajin di kantor memfasilitasi masyarakat,” imbuhnya.
Sugawa Korry menambahkan, bangunan-bangunan yang ada di DPRD Bali sekarang juga memiliki filosofi masing-masing. Tata bangunan yang terdiri dari wantilan, kantor, hingga ruang sidang utama ibaratnya tubuh manusia.
Wantilan dianalogikan sebagai kaki karena disana merupakan tempat untuk menerima aspirasi yang masih mentah. Aspirasi itu kemudian diproses di dalam tubuh atau kantor dengan hati dan perasaan.
Selanjutnya, ada ruang sidang utama yang merupakan kepala atau tempat untuk mengambil keputusan dengan rasio. “Di sini juga ada kentongan. Jadi ketika kita mengawali masa persidangan pertama, begitu dibuka dalam sidang paripurna harus diinformasikan kepada masyarakat dengan membunyikan kentongan. Itu usulan kita juga,” ucapnya. (Rindra Devita/balipost)