MANGUPURA, BALIPOST.com – Dua bocah laki-laki dan seorang pria dewasa tampak asyik berenang di aliran Sungai Penet di depan Beji Langon, Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung. Keasyikan itu membuat mereka tidak sadar jika malam telah menebar kegelapan.

Sementara itu, tiga remaja putri dengan menenteng lampu badai di tangannya masing-masing tampak bergegas menuju sungai untuk mencari adik-adik dan ayah mereka. Di sisi lain, tiga orang pria tampak suntuk memancing ikan.

Sialnya, bukan ikan yang didapat, mata kail mereka justru “disantap” sampah plastik. Perilaku masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah telah membuat sungai tercemar dan tidak asri lagi.

Itulah cuplikan babak pembuka yang menggambarkan air sebagai yeh dalam pergelaran “We Beji Langon : Air dalam Budaya dan Religi” yang ditampilkan Anak Agung Gede Agung Rahma Putra di hadapan para dewan penguji, Senin (9/9) malam. Pergelaran karya seni berbentuk site specific dance yang terinspirasi dari budaya air di sumber air suci Beji Langon ini merupakan salah satu persyaratan untuk menuntaskan pendidikan di Program Doktor Penciptaan Seni Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Baca juga:  Pohon Gegirang Keluarkan Air di Pura Baturaya

Area pergelaran kemudian bergerak ke Jaba Tengah Pura Beji Langon. Babak kedua ini menggambarkan toyasebagai sumber air yang dikeramatkan dan menghadirkan mitos Pancoran Dedari.

Selanjutnya, tampak kesibukan umat Hindu mendak toya dengan diiringi berbagai sarana upacara dan tetabuhan baleganjur. Selanjutnya, pergelaran bergerak ke area tegalan Puri Muncan.

Babak ketiga yang sekaligus merupakan babak penutup ini menggambarkan tentang proses pembuatan tirtha. Berbagai tahapan pembuatan tirtha seperti mencampur toya dengan daun pandan, cendana dan material lainnya yang diiringi lantunan mantra dan kidung-kidung suci dikemas dengan gerak tari dan permainan audio visual yang sangat apik.

Setelah seluruh rangkaian pergelaran yang berdurasi sekitar satu jam itu berakhir, Agung Rahma Putra diberikan kesempatan untuk menampilkan sejumlah kostum karnaval ciptaannya yang diperagakan oleh Sameton Jegeg Bagus Badung.

Baca juga:  Peneliti China Klaim Pertama Kali Temukan Air di Planet Mars

Selain dikenal sebagai koreografer tari, dosen IKIP PGRI Bali ini juga merupakan desainer yang meraih berbagai penghargaan di tingkat nasional dan internasional. Selanjutnya, dewan penguji yang berintikan enam profesor dan tiga doktor seni mempersilakan Anak Agung Gede Agung Rahma Putra mempertanggungjawabkan karya seninya dalam sebuah sidang terbuka.

Berbagai pertanyaan kritis seputar konsep karya, manfaat karya bagi warga sekitarnya, dan kemungkinan pengembangan karya ke depan silih berganti dilontarkan oleh penguji. Hampir seluruh pertanyaan penguji itu bisa dijawab dengan sangat memuaskan oleh peraih Silpakara Nugraha kategori Kreativitas dan Inovasi Masyarakat di Bidang Ipteks dan Teknologi Tahun 2019 dari Bappeda Litbang Provinsi Bali ini.

Alhasil, karya seni “We Beji Langon : Air dalam Budaya dan Religi” diganjar dengan nilai A. Sekaligus mengantarkan Agung Rahma Putra meraih gelar Doktor Penciptaan Seni di ISI Surakarta.

Baca juga:  Ini, Tiga Titik Prioritas untuk Tol Gilimanuk-Mengwitani

Ditemui seusai ujian terbuka, Agung Rahma Putra menegaskan, We Beji Langon yang dihasilkan berdasarkan practice based research ini bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai kearifan lokal Bali, yaitu sentral dan esensialnya peran air dalam kehidupan sosial, kultural dan religius masyarakat Hindu Bali. “Melalui karya seni ini, saya bermaksud untuk mengingatkan masyarakat di sekitar lokasi ini untuk senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian air beserta kelestarian sekitarnya,” ujarnya.

Sampai saat ini, sumber air di Beji Langon ini masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat di Desa Adat Kapal. Sebagai sebuah ikon peradaban, air di kawasan ini memiliki tiga fungsi. “Yakni, air sebagai yeh yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sebagai toya untuk untuk berbagai kebutuhan upacara ritual Agama Hindu dan sebagai tirtha untuk penyucian spiritual,” tegasnya. (Sumatika/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *