Salah satu kegiatan Desa Munduk Temu mengajak masyarakat menyukseskan program Nikosake adalah dengan kegiatan Lisa (Lihat Sampah Ambil) yang melibatkan anak-anak setiap hari libur. (BP/ist)

Berita siswa SMA di Klungkung dikeluarkan dari sekolah, kini menjadi perdebatan. Tentu ada yang pro dan kontra. Ada yang menyalahkan sekolah, karena guru dianggap gagal mendidik anak tersebut.

Mereka juga beralasan, betapapun nakalnya seorang siswa adalah tanggung jawab guru untuk memperbaikinya. Namun tak sedikit pula yang menyalahkan siswa dan membenarkan tindakan sekolah.

Mereka memastikan bahwa sekolah sudah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki sikap mental anak. Namun tak jua berhasil. Akhirnya diputuskan untuk mengeluarkan daripada mempengaruhi siswa lain untuk berbuat serupa.

Di sini tentu kita tak ingin menyalahkan salah satu pihak. Tetapi bagaimana menumbuhkan sikap empati anak. Tidak saja cerdas, juga menghormati orang lain, peduli pada lingkungan serta kasih pada sesama.

Apalagi anak merupakan generasi penerus. Harus diakui, terkadang kita lalai dan abai mengawal mereka sebagai generasi bangsa yang akan menentukan nasib bangsa ini ke depan. Untuk itulah gerakan membangun kepedulian terhadap anak hendaknya terus bergulir.

Baca juga:  Menjadikan Literasi sebagai Gerakan Strategis

Kita wajib dan mutlak harus membangun kesadaran untuk membahagiakan anak. Kita harus mengawal masa depan anak kita dengan rasa tanggung jawab sebagai orangtua atau sebagai bagian dari lingkungan dari si anak.

Kita juga sadar bahwa di tangan anak-anaklah kelanjutan dan masa depan serta nasib suatu bangsa dipertaruhkan. Kalau mereka mutunya jelek, maka akan jeleklah nasib bangsa itu ke depan. Kalau sebaliknya, maka akan cemerlanglah perjalanan bangsa itu. Tetapi persoalan anak-anak memang bukan masalah sederhana.

Tidak hanya cukup memberi mereka makanan, pakaian, pendidikan dan lalu selesai. Kasih sayang sebagai tambahan lain juga tidak cukup. Kompleksitas persoalan anak-anak memang sangat terasa. Tidak hanya bagi orangtua, guru, masyarakat ataupun pemerintah. Itulah makanya, membangun masa depan anak-anak, mengatasi persoalan mereka diperlukan gerakan sinergis yang berkesinambungan.

Baca juga:  Buka PTM, Bupati Tamba Monitoring dan Ingatkan Wajib Disiplin Prokes 

Siapa yang bisa membayangkan kalau anak-anak serta generasi muda suatu bangsa akan rapuh serta keropos oleh berbagai persoalan! Oleh sistem pendidikan yang buruk, kesehatan yang sama jeleknya, perhatian minim dari pemerintah walaupun masalah anak-anak dijamin undang-undang.

Dalam konteks kekinian, sering kali anak-anak dijadikan semacam komoditas politik. Belum muncul sepenuhnya sifat ketulusan dalam membenahi hal ini. Kalau bicara angka, tentu sudah ada pakarnya. Yang jelas angka anak-anak kita yang tidak mendapat kehidupan yang layak, kesehatan yang pantas, pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan dan lain-lain, semakin banyak saja jumlahnya.

Kalau kita lihat, banyak dari mereka dalam keseharian harus memikul beban berat. Memikul tanggung jawab sebagai orangtua dalam menyambung kehidupan. Mereka dalam beberapa kasus justru menjadi tulang punggung keluarga. Bekerja atau diperkerjakan sebagai pengemis di jalanan, berjualan makanan serta minuman ringan di berbagai perempatan jalan di kota-kota besar, diperdagangkan sebagai budak seks dan sebagainya. Cerita sedih ini bisa berlanjut dan bersambung sampai kita tidak tahu entah kapan akan tamat.

Baca juga:  Atasi Kemacetan di Denpasar, Sekolah Diminta Sediakan Bus

Banyak hal di sekeliling mereka yang mengancam mereka. Mereka harus diselamatkan karena undang-undang mengamanatkan hal itu. Pemerintah mesti memberi mereka pendidikan, pelayanan kesehatan, keamanan dan sebagainya sehingga mereka akrab dengan dunianya.

Jangan biarkan mereka berada di dunia yang sebenarnya bukan ‘’miliknya’’. Mereka akan terasing, merasa sendiri dan ketakutan. Pemerintah bersama masyarakat harus menajamkan kepekaan terhadap kondisi lingkungan. Mereka sejatinya berada dalam bahaya.

Kita tidak sedang dalam kondisi menakut-nakuti. Kejahatan seksual, narkoba menjadi predator mereka. Belum lagi yang lain. Guru, pemuka agama, pemuka adat, dan tentu saja keluarga mesti menjadi benteng terdepan dalam menjaga mereka. Memberikan mereka sebuah dunia yang patut mereka miliki.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *