Atlet sedang bertanding dalam turnamen bulu tangkis. (BP/Dokumen)

Oleh I Made Mulyawan Subawa

Perdebatan pendapat yang terjadi seputar pemakaian kostum bertuliskan ‘’Djarum’’ yang dikenakan oleh anak-anak pada acara seleksi beasiswa bagi calon-calon atlet bulu tangkis Indonesia kini menuai polemik di masyarakat. Tidak sedikit yang menyayangkan protes dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) terhadap PB Djarum (Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum) yang menyatakan bahwa pemakaian kostum tersebut merupakan eksploitasi terhadap anak-anak.

Pasalnya, pihak Djarum menanggapi protes tersebut dengan berencana akan menghentikan sementara proses seleksi pada tahun 2020 mendatang. Sudah tertutupkah pintu negosiasi antara kedua belah pihak demi calon-calon atlet bulu tangkis Indonesia? Akankah kebanggaan kita terhadap bulu tangkis padam pascapolemik yang terjadi terkait dengan protes dari KPAI yang ditujukan kepada PB Djarum? Akankah mimpi Indonesia untuk melahirkan atlet-atlet besar bulu tangkis menjadi tersendat?

Rencana dihentikannya ajang pencarian bakat yang telah berlangsung selama puluhan tahun memang cukup menyita perhatian publik, cukup beralasan karena seleksi beasiswa atlet yang diselenggarakan oleh PB Djarum merupakan salah satu pintu masuk yang paling memiliki harapan besar. Bulu tangkis (badminton) merupakan salah satu cabang olahraga yang membuat kita bangga sebagai warga negara Indonesia.

Dulu pada era tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan, Indonesia sangat mendominasi setiap kejuaraan bulu tangkis dan di setiap pertandingan bulu tangkis berskala internasional dapat dipastikan masyarakat lebih memilih tinggal di rumah untuk menonton televisi menyaksikan pahlawan-pahlawannya berjuang.

Baca juga:  Seni Virtual di Tengah Pandemi

Antusias warga ketika itu sangat tampak dari riuhnya gemuruh penonton (supporter), dukungan yang luar biasa ditunjukkan baik saat atlet-atlet kita menjadi tuan rumah maupun bertandang ke negara lain. Masih terbayang dalam ingatan, nama-nama yang kini menjadi legenda seperti Liem Swie King, Christian Hardinata, Ardy. B Wiranata, Alan Budi Kusuma, dan banyak lagi atlet terkenal lainnya. Mereka adalah atlet-atlet yang lahir dari binaan PB Djarum yang berdiri pada tahun 1969 dan sejak tahun 1974 dibuka untuk masyarakat umum.

Saat ini, meski prestasi bulu tangkis Indonesia tidak secemerlang dulu, Indonesia masih tercatat sebagai negara yang cukup disegani di cabang olahraga bulu tangkis dan lagi-lagi di antara yang menjadi juara saat ini terlahir dari binaan PB Djarum. Dan, kita masih memiliki harapan besar untuk kembali mendulang prestasi seperti dulu lagi mengingat sampai dengan saat ini regenerasi terhadap atlet-atlet muda masih dilakukan, dan harus kita akui di tengah anggaran yang terbatas, PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia) masih mampu mengadakan pembinaan terhadap atlet-atlet muda berbakat, tentu saja salah satunya melalui kerja sama yang baik dengan PB Djarum.

Baca juga:  Pandemi Covid-19 Bukan Halangan Berkreasi

Jika demikian adanya, lalu apa yang menjadi alasan dari KPAI sehingga harus memprotes sedemikian rupa pemakaian T-shirt berlogo ‘’Djarum’’ pada pakaian anak-anak peserta seleksi tersebut? Kalau alasannya semata-mata karena pelaksanaan undang-undang perlindungan anak dan peraturan turunannya tentu berdasar dan tidak juga dapat disalahkan begitu saja. Tetapi sudahkah hal ini dikaji secara mendalam sehingga tidak menjadi keputusan yang tergesa-gesa yang akhirnya akan merugikan kepentingan yang lebih besar.

Kenapa tidak dilihat dari sisi yang lain, yang lebih objektif, misalnya; PB Djarum bukanlah sebagai produsen rokok, dan yang bertuliskan pada kostum yang dipakai anak-anak calon atlet tersebut bukanlah produk rokok ‘’Djarum Super’’ melainkan murni ‘’Djarum’’ sebagai nama yang mewakili yayasan yang mempunyai maksud dan tujuan sosial kemanusiaan, bertujuan mendidik bakat-bakat muda melalui pendidikan gratis (beasiswa).

Bukankah sejatinya tujuan hukum itu bukan hanya kepastian, melainkan keadilan dan kemanfaatan. Jika penerapan aturan hukum tersebut ternyata justru sangat tidak bermanfaat kenapa kita tidak berpikir untuk menerapkan aturan yang lebih fleksibel, sehingga keadilan dan kemanfaatan yang lebih besar dirasakan oleh anak-anak Indonesia mampu kita hadirkan.

Baca juga:  LPPM Unud dan UI Gelar Aksi Peduli Pengungsi Gunung Agung

Menanggapi situasi seperti sekarang ini tentu banyak kalangan yang setuju jika masing-masing pihak yang berseteru segera menurunkan egonya dan duduk bersama untuk mencari jalan yang terbaik, sehingga pembinaan atlet-atlet bulu tangkis Indonesia dapat terus berlangsung bukan malah melahirkan dilema tak berujung.

Harapannya tentu agar keputusan sepihak dari PB Djarum untuk menghentikan beasiswa yang sudah berjalan baik selama berpuluh-puluh tahun dipikirkan ulang. Agar KPAI sebagai komisi yang melindungi anak-anak pun tidak tergesa-gesa memberikan peringatan keras, tidak salah menafsirkan apa yang semestinya diterapkan mengingat masih banyak hal lain yang menjadi prioritas dalam hal melindungi anak-anak, misalnya dengan cara pencegahan kekerasan terhadap anak yang masih banyak terjadi, eksploitasi anak-anak dalam demonstrasi yang ujung-ujungnya bertujuan memecah belah persatuan bangsa.

Sebaliknya berprestasinya cabang olahraga justru bisa menjadi perekat persatuan. Yang terpenting yang harus dipikirkan dan disadari bersama adalah pengkaderan atlet-atlet muda wajib dilakukan. Untuk mewujudkan itu memang masih memerlukan uluran tangan dari para dermawan tentu saja dalam hal ini yang paling mungkin melakukannya selain pemerintah adalah dari kalangan pengusaha, sehingga bulu tangkis tetap disegani dan membawa harum nama Indonesia.

Penulis, Praktisi Hukum tinggal di Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *