DENPASAR, BALIPOST.com – Polsek Denpasar Selatan (Densel) mengungkap kasus penipuan menyasar nasabah bank dengan iming-iming keuntungan besar. Awalnya satu pelaku, Irawan Sukma (41), menyasar korban yang telah ditipu pada Mei lalu, Ketut Sukerti (68), di Jalan Tukad Banyusari, Denpasar Selatan (Densel), Senin (16/9) lalu. Korban berteriak minta tolong dan akhirnya Irawan ditangkap warga.
Selanjutnya giliran tersangka Waholik (54) dan Armadi alias Jawir (42) diringkus di Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana. Sementara Laila Safitri masih buron. Bahkan, ada korban yang ditipu sampai Rp 400 juta.
“Saking banyak malukan aksi pelaku sampai lupa wajah korbannya, sedangkan korban (Sukerti) masih ingat wajah pelaku. Nah, waktu dia diincar lagi, korban mengenali pelaku dan langsung teriak minta tolong,” kata Kapolsek Densel Kompol Nyoman Wirajaya didampingi Kanitreskrim Iptu Hadimastika, Jumat (20/9).
Kronologisnya, pada Jumat (10/5) pukul 03.00 Wita, korban yang beralamat di Jalan Pulau Aru, Denpasar, menuju Pasar Sanglah untuk membeli buah-buahan. Setibanya di simpang Sanglah, korban bertemu laki-laki tersangka Irawan yang berpura-pura menjadi warga Singapura dan menanyakan Jalan Anggrek, Denpasar. Tak lama kemudian datang Laila Safitri lalu bertanya ”ada apa bu?” Korban menjelaskan ada yang mencari Jalan Anggrek.
“Tersangka Irawan lalu menanyakan tempat penukaran uang dolar terdekat. Pelaku memperlihatkan uang dolar yang dibawanya kepada korban dan Laila. Laila mengajak korban mengantar pelaku mencari ojek,” ujarnya. Saat mereka sampai di depan RSUP Sanglah, tiba-tiba datang mobil yang di dalamnya ada tersangka Waholik dan Armadi. Saat itu Waholik berpura-pura jadi pejabat salah satu bank dan mengenali
Laila. Selanjutnya Laila pura-pura minta tolong untuk menukar uang dolar milik Irawan.
Korban lalu diajak masuk mobil untuk menukarkan uang dolar tersebut. Di dalam mobil, korban diyakini oleh tersangka Irawan ingin menukarkan uang dolar yang dibawanya dengan rupiah dan diiming-imingi imbalan hingga 75 persen. Laila pura-pura tertarik dengan penukaran dolar tersebut dan turun dari mobil di Bank Mandiri. Dia pura-pura mengambil uang padahal sudah disiapkan.
Setelah itu masuk ke mobil lagi dengan membawa satu amplop besar berisi uang. Kemudian uang tersebut diberikan kepada Waholik. Uang dolar yang diserahkan oleh Irawan juga diberikan kepada Waholik dengan iming-iming akan ditukar dan ditransfer ke rekening milik Laila.
Selanjutnya Irawan menanyakan korban apakah mempunyai uang lagi? Korban mengatakan uangnya masih di bank. Korban disuruh mengambil buku tabungan hingga akhirnya diantar ke Kantor BCA di Pertokoan Grand Sudirman. Akhirnya korban menarik uang Rp 100 juta, lalu diserahkan kepada Irawan, dan diberikan Waholik. Begitu juga uang dolar dijanjikan Irawan langsung diserahkan ke Waholik.
Kepada korban, Waholik mengatakan menukar uang dolar ke rupiah dan akan ditransfer ke rekening milik korban. Setelah itu korban diantar ke rumah untuk melengkapi administrasi berupa Kartu Keluarga. Setelah korban turun dari mobil, pelaku langsung kabur.
“Komplotan ini beraksi bergrup dan memiliki tugas masing-masing untuk memperdaya korbannya. Para pelaku berpura-pura membantu korban sembari ada yang mengecoh agar semakin panik,” ungkap mantan Kapolsek Kuta ini.
Untuk menyakinkan korbannya, para pelaku menggunakan mata uang asing yang nilainya paling kecil yaitu Singapura, Brazil, Turki, dan Korea Utara. Pihaknya akan koordinasi dengan Bank Indonesia apakah mata uang ini masih sah atau tidak. Komplotan ini beraksi di Bali sejak tahun 2018. Mereka juga beraksi di Jakarta, Bandung, Bogor, dan Surabaya.
Barang bukti yang disita meliputi 126 lembar dolar Brazil pecahan 1.000, 17 lembar uang pecahan 1.000 dolar Korea Utara, 10 lembar uang pecahan 1.000 dolar Afghanistan, uang tunai pecahan Rp 100.000 sejumlah Rp 10.300.000, dan uang tunai pecahan Rp 1.000 sebanyak Rp 1.200.000. Ikut diamankan kartu pegawai BCA, BNI, Mandiri, dan BRI, atas nama Jarot Sumbowo, padahal nama aslinya Waholik.
“Kami mengimbau masyarakat yang pernah ditipu pelaku ini melapor ke Polsek Densel. Kami yakin korbannya banyak di Bali,” ucap Kompol Wirajaya yang pernah menjadi Kapolsek Ubud, Gianyar.
Saat diinterogasi, Irawan mengaku belajar menipu secara otodidak dan lewat media sosial. Uang hasil menipu dibagi masing-masing mendapat Rp 25 juta. “Di Bali kami dapat Rp 1 miliar lebih. Uangnya dipakai biaya hidup sehari-hari,” kata Irawan asal Palembang dan tinggal di Bogor, Jawa Barat.
Sementara Waholik mengaku bertugas menjadi pejabat bank. Dia berdalih terpaksa melakukan perbuatan ini karena butuh uang untuk biaya pengobatan kanker hati. “Saya sakit hepatitis. Saya bikin kartu pegawai bank di Jakarta,” tegasnya. (Ngurah Kertanegara/balipost)