SEMARAPURA, BALIPOST.com – Pengempon Pura Sad Khayangan Penida, Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, resah dengan aktivitas investor di tanah plaba pura mereka. Sebab, areal seluas sekitar 13 hektar itu, kini sudah mulai dijejali rencana pendirian akomodasi pariwisata.
Masyarakat setempat semakin kaget, setelah belakangan ini mengetahui tanah plaba pura ini rupanya sudah disertifikatkan oleh Pemprov Bali sejak 2004. Bahkan, pengempon menyebut tanah ini ternyata sudah disewakan kepada investor.
Ketua Panitia Pura Sad Khayangan Penida, Wayan Tiasa, Senin (23/9), usai menemui sejumlah tokoh masyarakat Nusa Penida, salah satunya Ketut Wijaya, mengatakan pihaknya berharap kisruhnya kepemilikan tanah plaba pura ini bisa diselesaikan Pemprov Bali. Sebab, berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengurus tanah plaba pura ini sejak 2012 ke Pemprov Bali.
Saat itu, masih dijabat Gubernur Made Mangku Pastika. Tetapi, bertahun-tahun tetap tidak ada kejelasan. Sehingga, pihaknya saat ini sangat berharap kepada Gubernur Bali Wayan Koster, agar mau menyikapi problem ini.
Sehingga tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat pengempon pura tertua di Nusa Penida ini. “Berbagai upaya sudah kami lakukan guna menjaga kesucian Pura Penida. Satu-satunya harapan kami, agar tanah plaba pura ini dikembalikan adalah bapak Gubernur Koster. Kami sangat berharap agar bapak gubernur segera bersikap, untuk mengakhiri keresahan warga kami,” tegasnya.
Pengempon pura ini, terdiri dari empat desa adat yakni Desa Adat Sakti, Desa Adat Sompang, Desa Adat Bunga Mekar, dan Desa Adat Pundukkaha Kaja. Di dalamnya terdapat delapan banjar adat sebagai pengempon, yaitu Banjar Pundukaha Kelod, Banjar Pundukaha Kaja, Banjar Behu, Banjar Penaga, Banjar Sompang, Banjar Pikat, Banjar Gelagah dan Banjar Bucang.
Tokoh masyarakat Nusa Penida Wayan Muka Udiana, mendukung langkah pengempon pura ini untuk menjaga kesucian pura, agar tidak diobok-obok oleh investor. Selain itu, menurutnya, ini juga tidak boleh diabaikan Pemprov Bali.
Menurutnya, kalau lahan laba pura ini digunakan untuk hotel, resort atau lainnya oleh investor, ini jelas menodai kesucian pura. Ini juga tidak sesuai visi Gubernur Koster Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Sehingga, pihaknya berharap Gubernur Koster bisa memenuhi permohonan pengempon pura agar plaba pura ini dikembalikan, demi menjaga kesucian pura.
Selain itu, saat ini yang juga membuat masyarakat pengempon resah, adalah akses untuk melasti mulai terganggu oleh aktivitas investor. Aktivitas pengembangan ini akan sangat mengganggu kesucian kawasan pura.
Bahkan, ketika pengempon hendak membangun toilet di sekitar pura, untuk pamedek yang bersembahyang di Pura Sad Kahyangan Penida, sekaligus dapat dimanfaatkan bagi wisatawan yang berwisata ke Pantai Crystal Bay, tiba-tiba saja ada surat dari pengembang (investor) yang isinya akan membongkar toilet tersebut.
Menyikapi persoalan ini, pengempon pura telah berkali-kali menggelar paruman. Hasilnya memutuskan sejumlah sikap. Pertama, tetap menjaga kelestarian dan kesucian pura dan juga wewidangannya. Kedua, mematuhi has perarem dan awig-awig yang sudah ada, yaitu menjaga kesucian pura dari batas penyengker pura apeneleng agung, tidak boleh ada bangunan apapun. Ketiga, menolak segala bentuk bangunan yang ada di dalam apeneleng agung wilayah pura. Keempat, para pengempon pura mendukung penuh konsep Gubernur Bali I Wayan Koster Nangun Sad Kerthi Loka Bali demi terjaganya taksu Bali.
“Hasil paruman ini, ditandatangani empat bendesa adat pengempon pura ini. Selain itu. Kami juga sepakat menanam pohon gaharu, cendana, pohon cempaka, sandat, dan kamboja di wewidangan 500 meter area pura, agar lingkungan pura tetap asri,” tegas Tiasa. (Bagiarta/balipost)