Wisatawan menunggu barang bawaannya diturunkan dari boat di Pantai Sanur. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sektor pariwisata menyumbangkan persentase tertinggi pada ekonomi Bali. Namun kondisi ini diingatkan sangat berisiko mengingat pariwisata merupakan sektor jasa (tersier).

Selain itu, jika hanya bertumpu pada satu sektor, ekonomi mudah mengalami guncangan. Sektor-sektor primer seperti pertanian dan industri diharapkan juga terus ditingkatkan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Bali membuat exercise terkait sumbangan pariwisata Bali terhadap perekonomian Bali dalam bentuk menghitung TSA (tourism satellite account/PDRB khusus menghitung aktivitas pariwisata). Hasilnya, pariwisata Bali menyumbang 48,3 persen terhadap perekonomian Bali, bukan 70 persen. Angka 48,3 persen hanya jasa pariwisata, tidak termasuk jasa keseluruhan baik pendidikan, kesehatan, dll. Demikian disampaikan Kepala BPS Bali Adi Nugroho, Selasa (24/9).

Ia berharap pemda berinisiatif melakukan penghitungan data terhadap kontribusi pariwisata. Namun inisiatif itu tidak kunjung datang. BPS pun diam–diam kembali melakukan exercise sumbangan pariwisata Bali terhadap ekonomi Bali. Angka yang didapat yaitu 50,02 persen.

Baca juga:  Angkat Pariwisata, Kemenpar Dukung Seminar Nasional PPSPK II di Ternate

Pergerakan dari 2007 ke 2015 mengisyaratkan bahwa pariwisata Bali masih berpeluang untuk ditumbuhkan. Karena melihat data tahun 2007 dan 2015 angkanya naik. Penghitungan yang dilakukan pun telah mengeliminasi inflasi dan sebagainya. Artinya ada produk pariwisata yang meningkat yang juga terserap oleh pasar.

Selain itu, ia mengungkapkan bahwa sektor di luar pariwisata sumbangannya hanya 18 persen. Sedangkan sumbangan manufaktur (sektor sekunder) tidak ada pada ekonomi Bali, sehingga tidak ada produk yang diolah di Bali.

Baca juga:  Rapat Pembahasan Ranperda RUED-P Diwarnai "Adu Mulut"

Hal itu berarti ekonomi Bali merupakan ekonomi jasa (sektor tersier). ‘’Ada lompatan misterius yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sesungguhnya ada bahaya tersendiri yang harusnya diwaspadai, sama sekali tidak ada manufaktur,” ungkapnya.

Padahal sumber daya alam (SDA) terus tergerus, terkuras, namun tidak ada sektor sekunder. Ia berharap kepada pemda ditingkatkan upaya mengelola data kepariwisataan agar semakin baik.

Deputi Direktur KPwBI Provinsi Bali M. Setyawan Santoso mengatakan, ekonomi Bali cukup kuat dengan sumbangan pariwisata sebesar 48,3 persen. Risiko suatu wilayah jika didominasi pada satu sektor, menurutnya, tergantung dari kerentanan dan elastisitas wilayah tersebut. Seperti memiliki uang banyak, tidak menyimpan dana pada satu tempat. “Supaya ketika terjadi sesuatu, kita tidak langsung anjlok, itu namanya diversifikasi,” ungkapnya.

Baca juga:  Turun Lagi, Kasus COVID-19 Nasional Ada di Bawah 4.500 Orang

Pertumbuhan suatu wilayah yang ideal tidak bertumpu pada satu sektor. Karena jika bertumpu pada satu sektor dan sektor tersebut mengalami penurunan secara tiba–tiba, maka perekonomian akan turun. Untuk Bali yang bertumpu pada pariwisata, sehingga tergantung pada datangnya wisatawan mancanegara dan domestik.

Wisatawan mancanegara tergantung pada kondisi perekonomian luar negeri. Selain itu juga tergantung pada wisatawan nusantara, misalnya dari Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera. Kedatangan wisnus tergantung pada kondisi keuangan mereka. “Oleh karena itu ketika berbicara perekonomian Bali, kita harus tahu perekonomian nasional. Supaya kita tetap optimis tapi kita juga menyadari kondisi riilnya saat ini, supaya nanti kita tidak tiba–tiba gusar,” pungkasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *