SINGARAJA, BALIPOST.com – Entah dari mana dan siapa pihak yang menyebarkan, aparat Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, dibuat heboh oleh beredarnya isu yang menginformasikan kabar penolakan rencana pembangunan Bandar Udara (Bandara) Internasional Bali Utara di Desa Kubutambahan. Aparat desa dan tokoh masyarakat langsung melacak kebenaran kabar burung tersebut.
Hasilnya, kabar penolakan itu tidak benar, namun di lapangan ditemukan pemasangan baliho berukuran besar berisi foto Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) bertuliskan “Nangun Sad Kerthi Loka Bali, Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana”.
Baliho dipasang, Jumat (27/9), sekitar pukul 07.00 Wita. Baliho itu kedua ujungnya diikat di atas pohon yang tumbuh di tengah lahan milik Desa Adat Kubutambahan persisnya di Dusun Tukad Ampel, jalan raya menuju Desa Bulian.
Aparat Desa Kubutambahan yang melacak kejelasan informasi itu adalah Perbekel Gede Priadnyana, Klian Banjar Adat Tampak Dara Gede Redika, Klian Banjar Adat Kaja Kangin Komang Menek, tokoh masyarakat Ngurah Markota, Pecalang Desa Adat Kubutambahan Gede Anggastia, dan tokoh masyarakat lain.
Priadnyana didampingi Anggastia mengatakan, informasi rencana penolakan bandara tersebut diketahui beredar lewat pesan di jejeraing media soial (medsos). Menurut kabar itu, ada rencana penolakan pembangunan bandara di atas tanah milik desa adat setempat. Penyampaian aspirasi dilakukan di perbatasan Desa Bulian dan Desa Bukti.
Informasi tersebut dikhawatirkan memicu masalah yang lebih besar, sehingga pihaknya menelusuri kebenarannya. “Kami terkejut setelah mendengar kabar itu. Setelah ditelusuri, kami tidak menemukan siapa yang menyebarkan informasi dan warga yang melakukan aksi penolakan,” katanya.
Di lapangan, pihaknya hanya menemukan pemasangan baliho berukuran besar berisi foto Gubernur dan Wakil Gubernur Bali. Lembar baliho itu juga tidak mencantumkan kata atau kalimat yang mengarah pada penolakan pembangunan bandara.
Atas kondisi itu, Pariadnyana dan bersama aparatnya memutuskan membiarkan baliho itu dipasang di lokasi semula. “Kami tidak buka, walau dipasang di atas tanah desa adat, karena tidak jelas siapa yang memasang dan tidak ada informasi soal penolakan bandara,” jelasnya.
Salah seorang warga yang tinggal di lokasi pemasangan baliho, Nengah Lengka, menuturkan, ketika akan mencari rumput untuk ternaknya, dirinya menemukan baliho besar yang sudah dipasang. “Saya lihat ada orang di jalan. Saya dekati gambar (baliho-red), nmaun tidak tahu apakah menyangkut bandara atau yang lain,” kilahnya.
Dihubungi terpisah, Klian Desa Pakraman Sanih, Kecamatan Kubutambahan, Made Sukresna, menyatakan, setelah informasi penolakan itu beredar, pihaknya diminta menghadiri pertemuan warga. Permintaan itu diterima secara lisan, bukan surat undangan resmi. Karena menyangkut jabatan dan lembaga desa pakraman, ia memutuskan tidak menganggapi informasi tersebut.
“Saya diminta hadir, tapi tujuannya tidak jelas. Seandainya benar, harus didiskusikan dulu dan ada surat resmi karena menyangkut desa pakraman. Tapi ini aneh, kok saya diajak-ajak begitu saja. Oleh karena tiak jelas, saya tidak ikut dan tidak tahu kebenaran terkait rencana kegiatannya,” ungkap Sukresna. (Mudiarta/balipost)