dr. I Wayan Dharma Artana, Sp.A (K) bersama Kabag Hukmas RSUP Sanglah dr. Ary Duarsa. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bayi perempuan asal Banjar/Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, Buleleng, yang lahir dengan empat tangan dan empat kaki meninggal dunia di RSUP Sanglah, Denpasar, Minggu (29/9) pukul 16.50 Wita. Buah cinta pasangan suami-istri, Made Mujana (36) dan Kadek Gorsi (35), ini dirujuk ke RSUP Sanglah pada Selasa (24/9) pukul 21.00.

Dari hasil analisa tim medis RSUP Sanglah, bayi perempuan tersebut masuk dalam kasus parasitic twin atau kembar parasit. Rabu (25/9) pagi, tim medis sudah melakukan tindakan bedah.

Dokter Spesialis Bedah Anak RSUP Sanglah dr. I Made Darmajaya, Sp.A., Sp.BA (K) MARS, belum lama ini menjelaskan, parasitic twin berbeda dengan kembar siam. Kembar siam secara terminologi medisnya adalah ada dua kehidupan yang menjadi satu. Sementara pada parasitic twin, satu saja yang bernyawa, hanya ada tambahan organ. ”Antara bayi kembar siam dan kembar parasit tidak saling berhubungan,” katanya.

Baca juga:  Ratusan Sekolah di Densel Gelar PJJ saat KTT G20

Dalam tahap operasinya disebut sebagai pembuangan parasit. Berbeda dengan kasus kembar siam yang dalam tahap operasinya disebut pemisahan, karena ada dua nyawa. Persoalan yang dialami bayi tersebut sejak pertama datang ke RSUP Sanglah yaitu omphalocele yang pecah. Omphalocele adalah cacat lahir yaitu usus atau organ–organ perut lain keluar dari pusat. Omphalocele bisa juga disebut usus terburai.

“Ketika bayi ini datang, ususnya sudah bengkak. Jadi, masalah yang dihadapi bayi ini omphalocelenya pecah. Kalau masih ada pembungkusnya, dia aman dan terlindungi, tidak ada penguapan, dehidrasi dan infeksi, sehingga tidak ada alasan mengambil tindakan emerges,” bebernya.

Baca juga:  Kongres Kebudayaan Bali IV Hasilkan 23 Rumusan Konseptual Pariwisata Budaya Bali

Dokter anak RSUP Sanglah dr. I Wayan Dharma Artana, Sp.A (K) yang menangani kasus tersebut dimintai konfirmasinya, Senin (30/9), mengatakan, kematian bayi itu termasuk karena permasalahan omphalocele yang pecah. Omphalocele yang pecah menyebabkan risiko penguapan sehingga pasien menjadi dehidrasi.

Risiko kedua yang terjadi adalah hipotermi (dingin) dan risiko infeksi karena usus bayi tersebut tidak terbungkus lagi mengingat selaputnya pecah sejak dirujuk ke RSUP Sanglah. Dengan demikian bayi mudah terinfeksi.

Baca juga:  Kasus Harian Terbanyak Sejak Pandemi, Singapura Lakukan Pemeriksaan Lonjakan COVID-19

Infeksi pada bayi baru lahir akan lebih sering mengalami infeksi yang lebih berat yang disebut sepsis. “Inilah yang terjadi pada kasus ini. Terbukti dari hasil–hasil lab kami yang menunjukkan tanda–tanda infeksi. Ketika baru datang, dia infeksi dan terjadi kegagalan sel–sel darah sehingga terjadi bleeding dan sepsis,” sebut Artana.

Saat dilakukan operasi bedah pertama, kondisi bayi sempat stabil kemudian kondisinya terus menurun karena sepsis yang dialami semakin sistemik. “Kami rawat di NICU dan sempat memakai ventilator, alat bantu napas,” ungkapnya. Kondisinya terus menurun hingga pada Minggu (29/9) pukul 16.50 pasien dinyatakan meninggal. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *