DENPASAR, BALIPOST.com – Bali harus bergerak cepat menjaga daya tahan  ekonomi dan pengawalan terhadap budayanya. Bali harus diselamatkan dengan perhatian khusus dan program pembangunan berbasis data.

“Bali memerlukan terobosan terukur berbasis data. Kebijakan terukur dan sinergi lintas kabupaten/kota akan menyelamatkan Bali dari alarem kerpinggiran yang makin menguat,” ujar Kepala BPS Bali Adi Nugroho, Senin (7/10) saat mesimakrama ke Bali Post.

Dikatakanya perhatian khusus mutlak bagi Bali mengingat Bali merupakan cermin dari kebhinekaan NKRI. Kesetiaan penduduk Bali terhadap budayanya juga harus diperhatikan. “Konsep penyelamatan penduduk Bali dari keterpinggiran hendaknya merujuk data data yang ada. Bali juga perlu perhatian khusus terutama dari makin melemahnya daya saing penduduk lokal dalam kompetisi ekonomi,” jelasnya.

Di sisi lain Bali juga mesti melakukan identifikasi yang valid terhadap berbagai permasalahan diberbagai sektor. Salah satu pada sektor pertanian.

Untuk menguatkan sektor pertanian pada perekonomian Bali yang didominasi oleh pariwisata, cara-cara yang tidak biasa atau out of the box bisa menjadi strategi. Karena, jika melakukan upaya yang berkisar pada penguatan produktivitas, produksi, sudah selesai dibicarakan dan dilakukan.

Baca juga:  Dua TPSS Tutup, Warga Denpasar Diminta Pilah Sampah Sendiri

Hampir setiap kali pengukuran, Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mendapati produktivitas pertanian Bali tercatat mengalamai kenaikan, yang artinya sudah tidak ditemukan hambatan berarti dalam produksi. Namun, ia juga melihat naiknya produktivitas tersebut tidak semata-mata memastikan terpenuhinya kebutuhan perekonomian rumah tangga pertanian. “Sehingga jika ingin kembali menguatkan peran pertanian pada perekonomian Bali, yang didalamnya terkandung juga untuk memakmurkan rumah tangga petani, maka diperlukan upaya-upaya yang tidak biasa, out of the box, yang tidak hanya menggenjot produktivitas, tapi upaya-upaya lain yang sedemikian rupa. Sehingga pertanian ini akan lebih banyak dirasakan manfaatnya dalam menopang kebutuhan rumah tangga pelakunya,” bebernya.

Data menunjukkan, petani pengguna lahan di Bali dan bahkan hampir seluruh wilayah Indonesia, hanya menguasai setengah hektar. Sebesar 60 persen lebih petani menguasai lahan kurang dari setengah hektar. “Ini yang membuat orang mempertanyakan, apa bisa membuat pertanian yang efisien dengan luas lahan yang kurang dari yang dibutuhkan. Dengan luasan yang kurang dari setengah hektar itu, apa bisa hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,” ujarmya.

Baca juga:  Karya Ngusaba Kapat di Pura Hulundanu Batur Nyejer Hingga 5 Oktober

Saat pertanian sedang mengalami banyak masalah, muncul keinginan untuk memeratakan pariwisata Bali, tidak hanya terkonsentrasi di Bali selatan. Upaya yang dilakukan dengan membangun bandara di Bali utara.

Di satu sisi, pertanian menghadapi tantangan konversi lahan, berubahnya lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. “Bagaimana nanti kiranya kalau di Bali utara dibangun bandara dengan luasan tertentu yang pasti tidak sedikit, yang juga hampir diduga sebagian atau bahkan seluruhnya akan harus mengorbankan lahan pertanian,” ungkapnya.

Pertanian pun akan menghadapi tantangan kembali. Setelah bandar udara dibangun, membutuhkan jalur penghubung berupa jalan yang dikhawatirkan akan mengkonversi kembali lahan pertanian.

Baca juga:  Zona Orange Ini, Sudah 10 Hari Berturut Sumbang Kematian COVID-19 Terbanyak

Setelah itu, dikhawatirkan tumbuh permukiman atau aktivitas usaha untuk menunjang fasilitas di sekitar wilayah itu, yang notabene akan mengkonversi lahan pertanian lagi. Pertanian sudah banyak masalah, jika nanti konversi yang massif itu juga harus dihadapi, tentu pertanian akan lebih berat lagi.

Ia menilai jika melihat jenis pariwisata yang akan dikembangkan seperti pariwisata di Badung, menurutnya perlu dipertimbangkan ulang. Karena model pariwisata yang diterapkan di Badung belum tentu cocok diterapkan wilayah lain.

Adi Nugroho berharap, konversi lahan dengan rencana pemerataan pariwisata mendapat perhatian secukupnya. “Kalau berpikir untuk kemakmuran dan kemajuan Bali, maka kalau salah perhitungan bisa jadi pertaniannya nanti yang ingin dikembangkan tidak mencapai apa yang kita inginkan. Sementara pariwisata yang kita idam-idamkan nanti tidak tumbuh seperti apa yang kita bayangkan,” pungkasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *