Ilustrasi. (BP/dok)

Oleh GPB Suka Arjawa

Tentara Nasional Indonesia, telah berusia 74 tahun pada tanggal 5 Oktober 2019 ini. Sebagai sebuah lembaga militer, usia ini merupakan bagian dari kematangan yang telah dibangun puluhan tahun. Pengalaman dan berbagai warisan pelajaran dan perjuangan pasti telah dikembangkan oleh para barisan pasukan Indonesia untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tentara Indonesia juga pasti menyimak dan mempelajari berbagaai pengalaman tempur yang dilakukan oleh negara-negara lain. Namun, tantangan yang dihadapi pasukan tempur suatu negara pada zaman sekarang tidaklah mudah.

Kemajuan teknologi, termasuk juga teknologi cyber akan menjadi tantangan tersendiri untuk membela tanah air. Tidak ketinggalan halnya dengan Indonesia. Strategi yang  harus dikuasai oleh tentara sekarang tidak hanya strategi tempur tetapi juga strategi lain. Mungkin juga strategi politik.

Yang pertama harus dilihat adalah strategi politik. Pada masa silam, mencampuradukkan politik dengan pekerjaan ketentaraan, merupakan hal yang coba dihindari. Ini disebabkan karena pasukan tempur mempunyai jiwa yang berbeda dengan politik.

Secara sederhana, tentara ingin langsung bertempur, tidak sabar untuk menghadang lawan dan ingin menghabisi lawan sebelum sampai di tanah negaranya sendiri. Sedangkan politik, justru ingin menghindari itu.

Ada strategi wacana dan permainan yang harus dilakukan untuk menghindari pertumpahan darah, dan kemungkinan lebih kecil kerugian ekonomis (perlengkapan militer dinilai mahal). Inilah yang membuat sering terjadi perbedaan pendapat antara kalangan militer dengan politik. Di negara-negara yang kerap terjadi kudeta militer, bisa jadi disebabkan oleh kasus seperti ini.

Baca juga:  Menanamkan Kesadaran Pajak pada Usia Dini

Namun pada zaman sekarang, militer juga telah mampu bermain politik dengan cara-cara militer. Artinya, berpatokan dari sarana militer juga, negara (yang mungkin didesak oleh militer) melakukan strategi gertakan untuk menghadapi ancaman lawan. Pilihan untuk membeli dan mengumumkan perlengkapan militer yang dimiliki oleh negara, merupakan salah satu strategi tersebut.

Tujuannya adalah memberikan peringatan kepada negara pesaing agar tidak main-main dengan negara tersebut. Mungkin saja negara pesaing akan memberi peralatan militer, namun ini juga mempunyai tujuan lain, yaitu menguras anggaran belanja dari negara lawan.

Dasawarsa kedua dari milenium ke-21 ini, justru melihat strategi politik militer yang sangat jelas dilakukan oleh dua negara, yaitu Korea Utara dan China. Tanpa tedeng aling-aling, Korea Utara melakukan percobaan peluncuran peluru kendalinya mendekati wilayah Jepang dan melakukan latihan dengan menembakkan pelurunya itu ke sebuah pulau kosong.

Ini merupakan strategi politik untuk memberikan rasa waswas dan takut kepada Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat yang menjadi musuh negara tersebut. Strategi ini berhasil karena Amerika Serikat bersedia bertemu dengan pemimpin Korea Utara. Pada pihak lain, di tengah situasi selalu dipojokkan oleh Amerika Serikat akibat perkembangan teknologi tingginya, China justru memamerkan kekuatan militer di Lapangan Tianannmen. Tidak lain, ini ditujukan kepada negara mana pun yang berani bermacam-macam kepada perkembangan ekonomi dan teknologi China.

Hal kedua yang harus diperhatikan adalah  pendidikan dan profesionalitas lain dari seorang tentara. Profesionalitas lain dari tentara yang dimaksudkan adalah keahliannya yang lain di luar bertempur. Tentara, dari satu sisi adalah pasukan yang profesional. Dalam arti ahli dalam menggunakan sarana militer demi membela negara.

Baca juga:  Putus Sekolah Bukan Harga Mati

Sarana militer itu juga, dapat dispesifikasi, misalnya senapan, altileri, pengemudi tank, radar, dan lain sebagainya. Tetapi, perkembangan saat ini yang harus dilihat adalah keahliannya yang lain, seperti memainkan teknologi tinggi, bahkan ahli  berpidato. Karena itu,  perekrutan seorang calon anggota militer tidak boleh sembarangan.

Dia harus cerdas, dan kalau bisa mempunyai keterampilaan lain di luar kemiliterannya itu. Kecerdasan diperlukan karena perkembangan dunia militer sekarang (sarana tempurnya), semakin  canggih. Mereka tidak hanya menggunakan intuisi untuk menembak, tetapi melakukan perhitungaan matematis yang tertera di layar komputer.

Seorang anggota masukan tempur dari Amerika Serikat misalnya, mempunyai sederet alat komunikasi tinggi di dalam baju tempurnya, dan itu harus dioperasikan secara benar untuk mendapatkan presisi tinggi dalam pertempuran. Hanya, orang cerdas yang dapat mengoperasikan peralatan seperti ini.

Pendidikan tentara memang keras, bahkan dilatih untuk dapat hidup di tempat yang paling ekstrem. Ini sudah menjadi kebiasaan bagi pasukan tentara. Namun, tragedi terperangkapnya belasan anak-anak pemain bola Thailand di sebuah gua tahun 2018 lalu, dan berhasil diselamatkan, seharusnya menjadi inspirasi tersendiri bagi dunia militer di seluruh dunia.

Mereka anak-anak itu selamat karena ditemani oleh pelatih mereka yang kebetulan mampu melatih yoga, dan memberikan contoh  semangat mental tinggi untuk bertahan hidup tanpa makan di dalam gelap selama sepuluh hari. Tentara pasti  mempunyai keadaan ekstrem seperti ini. Diperlukan keterampilan pimpinan yang mempunyai kemampuan psikologis tinggi untuk memelihara semangat anak buahnya dalam kondisi paling ekstrem tersebut.

Baca juga:  “Sugihan” Ajak Umat Harmoniskan Alam

Bagaimana dengan tentara Indonesia? Perkembangan politik dan sosial di Indonesia akhir-akhir ini cukup signifikan diperhatikan oleh TNI. Reformasi yang terjadi tahun 1998, kiranya tidak mampu memberikan stabilitas sosial secara internal.

Justru hal inilah yang mengkhawatirkan bagi Indonesia karena dapat saja menjadi ancaman negara secara eksternal. Artinya, mengetahui situasi Indonesia lemah di dalam, pihak-pihak luar memanfaatkan situasi ini untuk menggerogoti  kedaulatan Indonesia. Ada yang menduga berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi di Papua digerakkan dari luar. Meski ini baru dugaan, tidak salah juga disikapi.

Karena itulah sebuah unjuk politis, seperti misalnya melakukan latihan militer besar-besaran juga sebaiknya dilakukan. Demikian juga dengan parade perlengkapan militer. Tanggal 5 Oktober ini merupakan saat yang baik untuk memperlihatkan kemampuan militer Indonesia.

Secara intelektual, tanggal 5 Oktober ini juga merupakan momen yang baik untuk mengumumkan kepada masyarakat tentang perekrutan dan beasiswa dari kalangan militer untuk siswa-siswa cerdas di Indonesia. Peran militer di seluruh dunia sekarang sudah mulai multifungsi. Dia tidak harus menghadapi musuh dari luar saja, tetapi juga dapat mengintip sumber stabilitas di dalam negeri.

Penulis adalah staf pengajar Sosiologi, FISIP Universitas Udayana

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *