Kepala Dinas Sosial Buleleng Gede Sandhiyasa. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Terungkapnya dugaan kasus pencabulan terhadap tiga siswa yang tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (bukan Yayasan BK-red), membuat 33 siswa memilih keluar dari lembaga pendidikan itu. Ada yang kembali ke rumah orangtuanya dan ada juga yang pindah ke panti asuhan di Kecamatan Seririt.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng Gede Sandhiyasa didampingi Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) Perlindungan Anak Alfons Kolimasang, Selasa (8/10), menyatakan, siswa yang tinggal di LKSA kebanyakan berasal dari beberapa desa di Buleleng. Hanya, empat siswa berasal dari luar Bali. Khusus yang dari Buleleng seluruhnya telah dikembalikan kepada keluarganya. Sementara siswa dari luar Bali dititipkan di salah satu panti asuhan di Kecamatan Seririt. Puluhan siswa keluar dari yayasan sejak terkuaknya dugaan kasus pencabulan oleh oknum Ketua Yayasan berinisial KP (44).

Baca juga:  Karena Ini, Imigrasi Akui Sulit Awasi WNA yang Datang ke Bali

LKSA itu sebelumnya membina 33 siswa yang tidak seluruhnya tinggal di dalam asrama. Sebanyak 18 siswa tetap tinggal bersama orangtuanya, seperti seperti dilakukan oleh korban R (16) dan S (14). Pihak pengelola LKSA hanya membantu siswa yang tergolong kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan di bangku sekolah dan memperoleh pelatihan keterampilan. Saat latihan musik yang berlangsung sampai malam hari, siswa bersangkutan sering menginap di LKSA. Diduga, kesempatan itu dimanfaatkan tersangka KP melakukan aksi pencabulan.

Baca juga:  Belum Jelas! Jadwal Pemindahan Pedagang Pasar Seni Sukawati Meski Sudah Diresmikan

“Sebanyak 15 siwa tinggal di asrama karena lokasi rumahnya jauh dan orangtuanya tidak mampu menghidupi anaknya. Korban sempat tinggal di sana, tetapi sekarang sudah keluar dari panti karena telah tamat sekolah dan saat ini sudah menikah,” kata Sandhiyasa.

Menurut mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) itu, sejak beroperasi LKSA ini tercatat sebagai lembaga resmi yang dikuatkan dengan badan hukum dari kementerian. Izin operasionalnya berlaku sampai tahun 2020 mendatang. Hanya, pengelolanya telah menutup aktivitas pendidikan sejak polisi mengungkap dugaan kasus pencabulan.

Mencegah kasus serupa berulang, Dinsos bekerja sama dengan Sakti Peksos untuk melakukan pembinaan dan pengawasan di 17 panti asuhan di Buleleng. “Jika ada keinginan untuk memperbaiki susunan pengurus, kami merekomendasi agar panti ini tetap lanjut. Mereka sudah dikembalikan kepada orangtuanya, kami carikan sekolah yang jaraknya dekat dengan rumah siswa bersangkutan,” jelasnya.

Baca juga:  Obsesi Melvin, Bali United Pertahankan Gelar

Diberitakan sebelumnya, Unit PPA Satreksrim Polres Buleleng menahan KP (44) sebagai tersangka dugaan kasus pencabulan tiga siswa yang mengikuti pendidikan di LKSA di wilayah Gerokgak. Aksi ini dilakukan mulai tahun 2011 dan dilaporkan 18 Desember 2018. Tersangka KP mengaku nekat melancarkan aksi asusila karena ada kesempatan dan ketiga korban memiliki paras wajah cantik. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *