Oleh IGK Manila

Mengapa kita perlu mendalami kajian tentang Hinduisme secara global dan komprehensif? Pertanyaan secara akademik dan historis dapat ditelusuri dari bagaimana Hindu sebagai sebuah kepercayaan menawarkan banyak pendekatan untuk mengetahui Sang Hyang Widhi yang menciptakan seisi alam ini.

Selain pembacaan dan watak agama ini yang selalu berusaha selaras dengan alam semesta sebagai pusat kehidupan, unsur interpretasi dari gejala alam dalam ritual keseharian mereka juga terasa unik karena Hinduisme adalah sebuah laku kepasrahan manusia secara total terhadap digdayanya kekuatan supranatural dari alam semesta.

Namun, dalam sejarah perkembangannya di India, Agama Hindu diketahui menerima dan melawan berbagai macam gejolak yang berasal baik dari luar Hinduisme maupun dari dalam Hinduisme itu sendiri. Sumber gejolak dari luar terutama berasal dari kedatangan ajaran Agama Kristen dan Islam secara berturut–turut.

Agama Kristen sampai dan menyebar di India berkat peran kelompok misionaris Eropa. Mereka datang berbarengan dengan orang–orang dari Inggris, Spanyol, Portugal, Denmark, Prancis, dan Belanda yang pada mulanya berdagang dan berbisnis dengan penduduk lokal India sebelum kemudian menjajahnya.

Tidak terpaku apakah karena unsur paksaan atau kerelaan, motivasi penduduk lokal melepaskan diri dari Hinduisme, kemudian memeluk Agama Kristen terkait erat dengan kontradiksi dalam masyarakat Hindu (sumber gejolak dari dalam). Hindu mengajarkan keadilan, tetapi sistem kasta bertolak belakang dari ajaran tersebut sehingga menyebabkan penderitaan bagi mereka yang termarginalkan dan mengharapkan kehidupan yang lebih baik dengan menjadi Kristen.

Baca juga:  Pemaknaan Ritual Menuju Harmonisasi Kehidupan

Dibandingkan masa kedatangan Eropa, kedatangan Islam, diawali Sultan Mahmud dari Afghanistan, membawa penderitaan lebih berat bagi masyarakat India: Islam berkembang dengan penaklukan dan kekerasan yang lebih intens daripada periode sebelumnya. Pola konversi agama sama seperti sedia kala: Penduduk setempat, dengan rela atau dipaksa, meninggalkan Hinduismu untuk menjadi Islam. Sistem kasta menyengsarakan sebagian besar masyarakat sekaligus berperan sebagai faktor pendorong mengapa konversi agama terjadi.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, gejolak luar–dalam saling memperkuat satu sama lain; alhasil, mobilitas masyarakat lokal dari yang awalnya memeluk, lalu meninggalkan Hindu tak terhindarkan. Meski demikian, dalam sejarah peradaban manusia,

Hinduisme jauh dari agresivitas. Artinya, perkembangan ajarannya tidak mengenal ekspansi dan penaklukan, apalagi kekerasan. Sifat pembeda ini mengingatkan kemiripannya dengan Yudaisme, kecuali Yudaisme tidak mengalami kontradiksi internal – hanya gejolak eksternal. Gejolak internal dan eksternal ini perlu terus ditelusuri secara akademik, terutama untuk melihat peran dan fungsi Agama Hindu dalam relasi hubungan antar-agama.

Baca juga:  "Hoax” dan Propaganda Politik

Saya meyakini, sistem kepercayaan Hindu akan terus bertahan, karena terbukti meskipun agama–agama lain bermunculan sesudahnya, tetapi epistimologis Hinduisme tetap bertahan sebagai trigger bagi kemunculan agama–agama besar lainnya di dunia.

Menyelenggarakan program studi S2 Hinduisme yang kompeten dan kekikian berdasarkan perkembangan keagamaan masyarakat menjadikan Hinduisme sebagai pusat persinggahan studi komprehensif dari agama–agama di dunia. Menjadi lembaga Pendidikan Tinggi Hindu Dharma bertaraf internasional yang kredibel dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan keagamaan manusia.

Pendekatan Pembelajaran

Dalam konteks ini, pendekatan pembelajaran hendaknya mengacu pada beberapa hal strategis. Di antaranya terkait dengan pedagogi yang memfasilitasi lingkungan belajar yang dinamis, positif, dan sesuai dengan tujuan akademis. Pembelajaran juga hendaknya merujuk andragogi yakni konsep pembelajaran yang berdasar pada kecenderungan belajar orang dewasa yang madiri.

Penguatan sumber daya manusia (SDM) Hindu mestinya juga merujuk pada didaktika yakni pembelajaran yang mengutamakan deliberasi dengan atmosfir pembelajaran yang dialektis dengan memberikan keleluasaan berpikir, bersikap, dan bekreasi secara bertanggung jawab. Selain itu, pendekatan pembelajaran praksis juga perlu dilakukan yakni pembelajaran yang menyeimbangkan metode deduktif (cognitivistic) dengan induktif, sehingga mahasiswa tidak hanya cakap dalam teori dan praktik tetapi lebih jauh berani berinovasi dan menemukan yang baru. Dengan konsep ini, mereka akan mandiri dan berakar.

Baca juga:  Maraknya Generasi ’’Sumbu Pendek’’

Pendidikan Hindu juga mesti memerhatikan bangunan kurikulum. Di antaranya bisa merujuk kemanilaan, yakni memfasilitasi mahasiswa untuk membangun karakter mahasiswa sesuai prinsip-prinsip kemanusiaan  dan keutamaan Agama Hindu.

Mata kuliah umum juga harus dijabarkan. Mata kuliah ini hendaknya diarahkan untuk mengajak mahasiswa berpikir kritis, logis, kreatif, dan etis. Selain itu, mata kuliah dasar keahlian dan mata kuliah keahlian mestinya juga menjadi hal penting dan strategis yang harus dikembangkan.

Mata kuliah keahlian hendaknya mengarah dan menjadikan mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan spesifik sesuai minat mahasiswa. Dengan pendekatan profesional dan keilmuan serta merujuk keahlian lulusan lembaga pendidikan Hindu diharapkan mampu membangun daya saing generasi Hindu pada era digital.

Penulis, tokoh masyarakat Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *