MANGUPURA, BALIPOST.com – Pemerintah Kabupaten Badung, dengan tegas kini melarang wisatawan asing yang datang ke Badung tinggal di rumah kos. Tidak hanya itu, pemilik kos juga dilarang menerima turis yang ingin ngekos.
Larangan ini berdasarkan Peraturan Bupati Badung Nomor 35 Tahun 2019 tentang Tata Cara Permohonan, Pendaftaran Kembali, dan Penyesuaian Izin Pengelolaan Rumah Kos. Pada Perbup ini juga mengatur aspek legalitas, pengendalian, serta pengawasan terhadap rumah kos yang mengatur hak dan kewajiban pengelola maupun penghuni kos.
Terkait hal itu, Plt. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa mendukung langkah tersebut. Mengingat, Bali ke depan harus mulai menyiapkan terkait Quality tourism, bukan mass tourism.
Dalam hal tertentu, ia mengharapkan memang harus ada segmen-segmen, tempat quality tourism dan mass tourism. Jangan semua malah menerapkan mass tourism. “Jangan terlalu banting harga, nanti yang rugi kita semua. Karena terlalu murah kita menjual. Sejalan dengan tujuan untuk quality tourism, maka perlu disegmenkan, perlu ditentukan, dimana untuk mass tourism dan dimana untuk quality tourism,” pungkasnya belum lama ini di Kuta.
Selain itu, untuk objek pendukung pariwisata, pihaknya berharap tidak boleh semua digunakan sebagai tempat penginapan, sehingga daya saing tidak bagus. Untuk itu pihaknya menganggap larangan wisatawan kos, cukup masuk akal. “Ke depan secara berangsur kita harus mengarah ke quality tourism. Harus dijual mahal Bali ini,” katanya.
Bali kata dia, yang dijual adalah pariwisata budaya yang tidak dimiliki oleh negara lain. Oleh karena itu, perlu dijaga supaya tetap memiliki ciri khas dan daya saing pariwisata Bali tetap bertahan.
Memang diakuinya tempat-tempat indah di Bali cukup banyak, namun wisatawan ke Bali karena budayanya. Saat ini kata dia, banyak yang membuat desa wisata, namun itu belum dilakukan standarisasi. Kalau membuat destinasi, pihaknya menyebutkan harus ada standar-standarnya.
Seperti misalnya membuat destinasi swing, namun tidak ada penjaganya, dan ternyata itu berbahaya. Tentu ini akan mengganggu image pariwisata, dan akan dimanfaatkan oleh kompetitor. “Itu kalau tidak di-maintain dengan baik, tentu akan mempengaruhi jumlah kunjungan. Intinya kita harus tetap menjaga kualitas pariwisata Bali. Jangan pariwisata Bali itu dijual murah,” harapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)