DENPASAR, BALIPOST.com – Kebutuhan minyak goreng di Bali tidak hanya sebatas dalam kemasan premium, tetapi juga minyak curah. Bahkan permintaannya cukup tinggi, mencapai 3000 ton per bulan.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kemendag menerapkan aturan jika minyak curah pada 2020 harus dijual dalam bentuk kemasan yang layak dan higienis. Jadi, tidak didistibusikan dalam drum ataupun wadah terbuka.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, I Putu Astawa mengatakan minyak curah biasanya dijual dalam wadah-wadah menggunakan drum dan didistribusikan menggunakan mobil tangki ke berbagai pasar di pelosok negeri. Saat dijual ke konsumen, minyak ini biasanya ditempatkan pada wadah-wadah terbuka.
Cara ini dianggap tidak higienis dan rentan mengalami kontaminasi, baik dari air dan serangga. Selain itu, minyak curah juga tidak disertai dengan kemasan yang tidak terjamin tingkat kebersihannya.
Meskipun dalam kemasan, tetapi dengan kantong plastik ala kadarnya. Tak hanya itu, kemasan minyak curah juga tidak mencantumkan informasi produk dan status halal bagi masyarakat.
Dengan berbagai alasan ini, lanjut Astawa, pemerintah pusat melalui Kemendag mengeluarkan kebijakan minyak kemasan harus dijual dalam bentuk kemasan yang layak, layaknya minyak merk premium yang sudah beredar di pasaran. “Sebenarnya aturan sudah sejak tahun 2016. Tetapi karena ada resistensi dari masyarakat, aturan ini dibatalkan penerapannya. Rencananya akan mulai diterapkan tahun 2020, yaitu mengenai minyak goreng curah yang dijual dalam kemasan layak dan hygienis,” jelas Astawa.
Untuk di Bali sendiri, karena bukan penghasil sawit, kebutuhan minyak curah didatangkan dari luar lewat pengiriman kapal di pelabuhan Benoa. Menurut Astawa kebutuhan minyak curah di Bali mencapai 3.000 ton.
Ia berharap dalam mengemas minyak curah, dipakai kemasan yang ramah lingkungan. Sebab, Bali saat ini sedang menuju Bali bebas plastik. (Citta Maya/balipost)