Pameran minuman beralkohol. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali sebagai daerah pariwisata tidak terlepas dari minuman beralkohol sebagai penunjang pariwisata. Bahkan volume kebutuhan mikolnya setiap tahun mengalami peningkatan.

Wakil Ketua I DPP IHGMA I Made Ramia Adnyana mengatakan, peredaran miras (minuman keras) atau mikol (minuman beralkohol) di Bali cukup besar untuk kebutuhan pariwisata. Baik itu hotel, restaurant, bar dan night club.

Konsumsi mikol kelas A dengan kandungan alkohol 0-5 persen sebanyak 5,3 juta liter, mikol kelas B dengan kandungan alkohol 5-20 persen sebanyak 1,1 Juta liter, dan mikol kelas C dengan kandungan 20-60 persen sebanyak 3,1 juta liter. Total konsumsi mikol di Bali yaitu 9,63 juta liter.

Baca juga:  Ketua TP PKK Bali Menyapa dan Berbagi di Jembrana Sasar 400 Warga Kurang Mampu

Pada 2018 konsumsi mikol meningkat menjadi 12,9 juta liter. Golongan A sebanyak 7,1 Juta, B sebanyak 1,2 Juta dan golongan C 4,6 Juta liter. “Tapi untuk beverage, terutama mikol ini syaratnya sangat ketat. Hotel maupun bar yang menjual produk ini harus memiliki izin SIUP MB, surat izin minuman beralkohol dari pemda dan surat izin dari bea dan cukai,” ujarnya Minggu (13/10).

Meski demikian, kontribusi pendapatan dari miras ini berkisar antara 25-35 persen dari total pendapatan. Revenue kalau di hotel dengan cost of sales 25-27 persen.

Di Bali ada 25 perusahaan yang memiliki izin secara legal untuk memproduksi mikol, seperti Arak Bali. Walau masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI), namun kebutuhan akan konsumen di pariwisata sangat tinggi.

Baca juga:  Wujudkan Arak Bali Jadi Minuman Ketujuh Spirit Dunia, Gubernur Koster Ajak "Stakeholder" Gotong Royong

Saat ini ada 2 daerah yang dikecualikan dari DNI mikol, yaitu daerah NTT seperti Sopi dan Minahasa Selatan untuk produk arak cap tikus. Menurutnya, di Bali, arak Bali harus diperjuangkan agar bisa masuk daerah pengecualian karena kebutuhan Miras di Bali sangat tinggi untuk pariwisata. “Arak Bali sudah saatnya digaungkan agar mampu menjadi produk sekaliber Sake dari Jepang dan Soju dari Korea,” ungkapnya.

Ia mendukung upaya mempromosikan arak Bali menjadi spirit ke-7 dunia agar mampu memberi nilai tambah kepada petani arak di Bali, terutama dari Karangasem. Namun peredarannya mesti diawasi dan dikontrol yang ketat sehingga tidak disalahgunakan.

Baca juga:  Pemberdayaan Ekonomi Desa

Ia mengatakan kebutuhan miras di suatu destinasi pariwisata sangat penting, baik untuk diminum selama berlibur atau untuk oleh-oleh spesial dari Bali. Dengan dilegalkannya arak Bali yang merupakan lokal spirit akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani arak.

Selain itu, menambah PAD melalui cukai produk ini. Sekaligus memperkenalkan bahwa Bali memiliki produk yang setara dengan sake dan soju untuk oleh-oleh. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *