DENPASAR, BALIPOST.com – Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sangat berbahaya bagi lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Salah satu penghasil limbah B3 adalah layanan kesehatan seperti RSUP Sanglah.
Dalam sehari, RS terbesar di Bali ini menghasilkan 800 kilogram hingga satu ton limbah B3 medis. Untuk mengolah limbah B3 medis ini, RSUP Sanglah melakukan kerjasama dengan pihak ketiga.
Untuk satu kilogram limbah B3 medis, dana yang dikeluarkan sebesar Rp 19.000. Sehingga dalam satu hari anggaran untuk mengolah limbah B3 medis antara Rp 15.200.000 hingga Rp 19.000.000.
Kepala Instalasi Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, Ns. Putu Resiki, S.Kep, Senin (12/10) mengatakan jenis limbah (B3) medis yang dihasilkan meliputi limbah infeksius seperti sarung tangan disposable, masker disposable, kasa pembalut bekas darah, kapas bekas darah/cairan dan selang transfusi darah. Juga limbah benda tajam seperti jarum suntik, limbah patologis seperti darah dan cairan tubuh, jaringan atau organ sisa operasi serta limbah farmasi seperti botol obat, ampul obat dan kemasan sisa obat.
Pada awalnya, RSUP Sanglah mengolah limbah B3 medis ini dengan melakukan pembakaran lewat incenerator. Namun kemudian pengolahan limbah B3 dengan incenerator sudah tidak diperbolehkan karena pertimbangan RSUP Sanglah terletak di daerah yang padat penduduk.
Karena tidak diperbolehkan lagi mengelola limbah B3 medis dengan incenerator, RSUP Sanglah melakukan kerjasama dengan pihak ketiga. Dari banyak vendor yang menawarkan kerjasama pengelolaan limbah B3 medis, RSUP Sanglah kemudian memilih PT PRIA karena menawarkan harga yang bersaing dan lengkap dari sisi regulasi.
Kerjasama dengan PT PRIA yang berlokasi di Jawa Timur ini berjalan sejak 2014 sampai sekarang. ”Untuk satu kilogram limbah B3 medis dikenakan biaya Rp 19.000. Diambilnya setiap hari jadi tidak ada limbah B3 medis yang menginap. Syarat penyimpanan limbah B3 medis adalah 2×24 jam,” ujar Resiki.
Sementara incenerator yang ada saat ini masih aktif digunakan untuk membakar berkas rekam medis yang sudah tidak terpakai. Selain limbah B3 medis, RSUP Sanglah juga menghasilkan limbah B3 non medis seperti lampu dan baterai.
Untuk limbah jenis ini belum dikerjasamakan dan baru disimpan di ruang penyimpanan limbah B3 non medis. Aturan penyimpanan limbah B3 non medis ini adalah selama tiga bulan dan bisa diperpanjang selama ruangan penyimpanan masih bisa menampung. ”Perpanjangan dilakukan di DLH Denpasar. Untuk pengolahan limbah ini masih dalam proses karena harganya cukup mahal bisa mencapai Rp 5 juta per kilogramnya,” jelas Resiki.
Mengenai adanya rencana pabrik pengolahan limbah B3 di Jembrana, menurut Resiki, tentunya akan sangat membantu pihak rumah sakit terutama dalam hal efisiensi anggaran dan waktu. ”Kalau ada pabriknya di Bali tentu harga yang ditawarkan lebih murah karena tidak perlu nyeberang pulau, lebih efisien juga waktunya baik dalam hal penyimpanan maupun saat pengiriman,” ujarnya. (Wira Sanjiwani/balipost)