SEMARAPURA, BALIPOST.com – Setelah Ranperda APBD Perubahan 2019 ketok palu di DPRD Klungkung, kini dokumennya telah diverifikasi oleh Pemprov Bali. Di dalamnya masih ada poin-poin penganggaran yang menjadi perdebatan. Salah satunya soal pinjaman daerah jangka pendek sebesar Rp 13,5 miliar. Dewan Klungkung minta Pemprov Bali teliti terhadap poin penting tersebut untuk mengevaluasi dasar hukum pinjaman.
Anggota DPRD Klungkung A.A Gde Sayang Suparta menyatakan, pinjaman daerah sebagai akibat keterlambatan pembayaran BPJS ke RSUD Klungkung bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah. “Di sana sudah tertuang jelas bahwa pemerintah daerah tidak boleh tertuang sebagai peminjam terhadap lembaga lainnnya. Ini sebabnya kenapa kami tegaskan agar dasar hukumnya dievaluasi di Pemprov Bali,” kata Politisi Gerindra ini, Selasa (15/10).
Menurutnya, langkah yang diambil eksekutif ini terlalu berani dan terburu-buru. Padahal, dia mencermati di Bali, kabupaten/kota lainnya, belum ada yang memutuskan menempuh langkah peminjaman jangka pendek dengan sistem SCF ini, selain Klungkung. Pada Pasal 4 ayat 2 dalam PP ini juga ditegaskan bahwa daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Sementara dalam Pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa daerah dapat meneruskan pinjaman daerah kepada badan usaha milik daerah.
Politisi lainnya seperti Wayan Baru juga mengaku khawatir. Bila ini tidak dievaluasi,bisa menjadi temuan saat pemeriksaan. Proses verifikasi di Pemprov Bali biasanya berlangsung maksimal selama 14 hari kerja. Setelah dua minggu berlalu, pihaknya mengaku belum memperoleh informasi lebih jauh, apakah hasil verifikasinya sudah diserahkan kepada eksekutif atau belum karena belum ada tembusan ke unsur pimpinan dewan. Kalau ada poin-poin penting yang harus dievaluasi, akan dibicarakan kembali dengan lembaga dewan. Pihaknya berharap proses verifikasi ini dilakukan dengan cermat.
Pemerintah daerah melakukan pinjaman jangka pendek ke bank untuk menutupi arus kas RSUD Klungkung. Ini akibat keterlambatan pembayaran oleh BPJS Cabang Klungkung. Pinjaman menggunakan metode Supply Chain Financing (SCF) merupakan pembiayaan melalui perbankan yang menjadi mitra BPJS. Model ini disepakati pemerintah pusat untuk menanggulangi defisit anggaran BPJS agar BPJS secara nasional mampu membayar klaim rumah sakit negeri dan swasta yang bermitra dengan BPJS.
Sekda Klungkung Putu Winastra sebelumnya mengungkapkan, skema rencana mengajukan peminjaman jangka pendek ini ditempuh pemerintah pusat karena sudah diatur oleh BPJS Pusat bersama kementerian terkait untuk mengatasi tunggakan klaim rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS.
Disebutkannya, pemerintah daerah menggunakan dasar rekomendasi yang dikeluarkan BPJS Klungkung untuk mengajukan pinjaman tersebut. SCF ini sudah menjadi bahan pertimbangan dari Kemenkes, khususnya bagi pihak rumah sakit yang ingin mengajukan pinjaman, karena belum adanya jaminan kepastian pembayaran klaim.
“BPJS Kesehatan tidak dapat melakukan pinjaman ke lembaga lain, karena BPJS adalah lembaga pemerintah bersifat nirlaba dan tidak berorientasi profit. Secara UU tidak dibenarkan meminjam dana dari lembaga lain,” tegas Winastra. (Bagiarta/balipost)