DENPASAR, BALIPOST.com – Beberapa kasus pelecehan tempat suci yang terjadi di Bali perlu disikapi semua pihak. Hal ini untuk memberikan efek jera agar kasus yang serupa tidak terulang lagi. Sanksi tidak hanya mengembalikan kesucian tempat itu, namun juga disertai sanksi pidana sebelum dilakukan deportasi ke negaranya.
Sederetan kasus pelecehan tempat suci cenderung dilakukan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Contohnya kasus wisatawan berhubungan seks di Pura Mengening, Tampaksiring dan wisatawan naik ke palinggih di salah satu pura di Besakih. Hal ini tidak terlepas dari dijadikannya tempat suci (pura) sebagai objek wisata.
Ironisnya, pelaku kasus tersebut hanya diganjar dengan sanksi sosial yaitu melakukan upacara guru piduka yang bertujuan mengembalikan kesucian tempat itu, selanjutnya berujung damai sehingga sanksi hanya deportasi bagi pelaku.
Ketua PHDI Kabupaten Gianyar I Nyoman Patra mendorong pengenaan sanksi tambahan bagi pelaku pelecehan tempat suci di Bali. Selain sanksi yang diberikan oleh masyarakat untuk mengembalikan kesucian dan deportasi, dari sisi normatif, sanksi terhadap pelecehan simbol-simbol agama perlu diperberat. “Kami mendorong pelaku agar diberikan sanksi berat, bukan hanya deportasi,” ujarnya, Rabu (16/10).
Ia juga memandang perlu dilakukan upaya preventif agar kasus yang sama tidak terjadi lagi di Bali. Mengingat, tidak menutup kemungkinan pura atau tempat-tempat yang disucikan oleh umat Hindu Bali menjadi objek wisata. Jadi, perlu pengawasan dari masyarakat atau pengelola agar tidak sampai terjadi hal-hal yang dianggap melecehkan atau mencemarkan kawasan suci.
Setiap pintu masuk Bali, baik di bandara maupun pelabuhan agar dipasangi pengumuman atau sejenis imbauan terkait. Termasuk desa-desa adat, agar melakukan langkah antisipasi terhadap aktivitas yang dapat mengganggu keharmonisan tempat suci. (Agung Dharmada/balipost)