DENPASAR, BALIPOST.com – Ratusan mahasiswa dan pelajar se-Kota Denpasar berkumpul di Gedung Wanita Narigraha, Renon, Denpasar Timur, Rabu (16/10). Mereka diundang Polresta Denpasar untuk diberikan pengarahan tentang bahaya radikalisme, terorisme, dan intoleransi.
“Hari ini kami mengajak mahasiswa dan pelajar Kota Denpasar untuk diberikan arahan tentang bahaya radikalisme, intoleransi, dan terorisme. Kami menanamkan kepada generasi muda empat konsensus kebangsaan yaitu Pancasila, NKRI, UUD 45, dan Bhinneka Tunggal Ika. Mari menjaga Pulau Bali ini supaya aman, nyaman, dan damai,” tegas Kapolresta Denpasar Kombes Pol. Ruddi Setiawan.
Dalam arahannya, Kapolresta Ruddi menjelaskan mengenai hate speech atau ujaran kebencian yang disebabkan oleh perkembangan media sosial, adanya paham radikal terorisme, memudarnya nilai-nilai Pancasila, terjadi intoleransi baik antarumat beragama, memaksakan mengganti ideologi/dasar negara dengan ideologi tertentu.
“Intoleransi itu orientasinya negatif atau penolakan seseorang terhadap hak-hak politik dan sosial dari kelompok yang ia tidak setujui. Kalau radikalisme adalah suatu ideologi yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial,” ujarnya.
Dansatgas CTOC Polda Bali itu juga menyampaikan terkait ancaman terorisme di Indonesia yaitu frustrated traveler, unexpected actors, teroris group, returnes, lone wolf, dan Leaderless jihad yaitu kelompok teroris yang terdiri atas beberapa orang tidak terstruktur dalam kelompok teroris lain. Ciri-ciri orang berpaham radikalisme adalah antisosial, perubahan sikap emosional, memutus komunikasi dengan keluarga, tampil beda, dan kritis terhadap ulama serta organisasi.
“Kalau ciri-ciri gerakan radikalisme yaitu mengklaim kebenaran tunggal, menganggap agamanya paling benar, penampilan beribadah lebih dari biasanya, mengkafirkan orang lain, berburuk sangka kepada orang yang tidak sepaham, menggunakan cara-cara kekerasan kepada aparat, tertutup dengan masyarakat, cenderung bergaul dengan yang sepaham dan antipemerintah,” papar mantan Kapolres Badung ini.
Sarana dipakai penganut paham radikalisme, di antaranya media sosial, komunikasi langsung, hubungan kekeluargaan, dan lembaga pendidikan. Proses radikalisme yakni perekrutan, identifikasi diri, doktrin, dan jihad sesat.
“Modus terorisme adalah propaganda, rekrutmen, pelatihan, penyediaan logistik, perencanaan, pengeksekusian, dan pendanaan. Terorisme saat ini juga melanda semua agama. Oleh karena itu kita harus menanamkan wawasan kebangsaan sejak dini. Tujuan wawasan kebangsaan, yaitu membuat bangsa yang kuat, rukun, dan bersatu demi terjaganya sejarah kebangsaan Indonesia,” tambah Ruddi.
Pada kesempatan itu, mahasiswa dan pelajar berikrar menolak anarkisme, radikalisme, terorisme, hoax serta mendukung pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019. “NKRI harga mati,” pekik ratusan mahasiswa dan pelajar tersebut. (Kerta Negara/balipost)