Jenazah mantan Bupati Buleleng Drs. Ketut Wirata Sindhu diaben di Setra Desa Adat Banyuatis, Kecamatan Banjar, Rabu (16/10). (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Puncak upacara Ngaben Ngelanus mantan Bupati Buleleng Drs. Ketut Wirata Sindhu berlangsung khusyuk, Rabu (16/10. Selain keluarga besar, sejumlah pejabat dan sahabat almarhum turut mengiringi janazah untuk diaben di Setra Desa Adat Banyuatis, Kecamatan Banjar. Keluarga dan para sahabat yang hadir mengenang almarhum Wirata Sindhu sebagai sosok penuh kesederhanaan, memiliki keahlian dalam berkomunikasi yang baik dengan masyarakat, dan peduli dengan dunia pendiidkan.

Prosesi ngaben diawali upacara Nyiramang dilanjutkan Ngelelet hingga Menek Tumpang Salu, Selasa (15/10). Puncak pelebon difasilitasi Yayasan Pengayom Umat Hindu (YPUH) Buleleng. Upacara ini dipuput Sri Empu Dharma Adnyana dari Griya Beratan, Singaraja. Pejabat yang hadir antara lain Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana (PAS), Wakil Bupati dr. Nyoman Sutjidra, mantan Wakil Bupati Gede Wardana, beberapa tokoh, dan sahabat almarhum.

Baca juga:  Ini, Kunci Sukses Jalin Komunikasi

Dari rumah duka di Banjar Dinas Tengah, bade yang berisi jenazah almarhum diusung oleh keluarga dan warga. Iring-iringan berjalan kaki sejauh dua kilometer untuk sampai di setra. Istri almarhum, Nyoman Masning, bersama anak dan cucunya, masih diselimuti duka mendalam atas kepergian almarhum selama-lamanya.

Nyoman Masning di sela-sela pengabenan menceritakan, tidak ada pesan yang ditinggalkan almarhum suaminya itu. Hanya, sebelum meninggal dunia, almarhum minta makanan kesukaannya dan sebatang rokok serta agar keempat anaknya dan tiga cucunya berkumpul. Tidak disangka, permintaan itu adalah yang terakhir dari almarhum. “Bapak minta pisang, bubur dan sebatang rokok, padahal waktu keluar rumah sakit tidak mau makan. Saat itu kami tidak menyangka bapak akan meninggalkan kami,” katanya.

Baca juga:  Tingkatkan Angka Kesembuhan Pasien COVID-19, Bali Tambah Alat Ini

Semasa menjabat Bupati Buleleng, Nyoman Masning menilai suaminya sebagai pribadi sederhana dan bertanggung jawab. Kalu ada tugas mendadak tidak pernah dilayani oleh ajudan dan protokol. Selain itu, almarhum betul-betul mencintai masyarakat dan dan tidak ada jarak status sosial apa pun. “Waktu kejadian di banjar hanya pakai celana pendek dan menemui masyarakat sendiri. Kesederhanaannya itu juga diajarkan kepada kami, anak-anak dan cucunya sampai sekarang,” kenangnya.

Keponakan almarhum, Nyoman Popodanes, mengatakan, kehadiran pejabat, tokoh, dan sahabat mengantarkan jenazah almarhum ke tempat peristirahatannya terakhir bukti kalau semasa hidupnya almarhum benar-benar memiliki hubungan yang nyaris tidak ada jarak. Ia berharap hubungan semasa almarhum menjalankan kewajibannya tetap berlanjut baik di tanah kelahirannya di Banyuatis maupun dalam level yang lebih luas. Popodanes tidak lupa menyampaikan permohonan maaf kalau semasa hidupnya almarhum membuat kesalahan.

Baca juga:  Kebakaran di Kantor Samsat Renon, Ini Kesaksian Satpam

Bupati Putu Agus Suradnyana (PAS) juga memuji sosok almarhum. Satu pesan yang dikenangnya ketika almarhum mengajarinya membangun komunikasi dengan masyarakat. “Almarhum saya panggil beli (kakak-red). Beliau sukses memimpin pada masa itu. Satu kelebihannya adalah pintar membangun komunikasi politik demi kepentingan pembangunan dan masyarakat. Pesan yang diajarkannya adalah membaca hubungan politik siapa di sini dan apa kaitannya. Model pendidikan politik itu masih saya ingat terus,” paparnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *