DENPASAR, BALIPOST.com – Urbanisasi di Kota Denpasar terbilang tinggi. Hal ini berdampak pada sektor pertanian terutama besarnya alih fungsi lahan untuk keperluan permukiman. Tahun 2019, lahan sawah menyusut hingga 230 hektar lebih. Kini, lahan sawah dan bekas sawah masih tersisa 1.939,4 hektar.
Menurut Kadis Pertanian Kota Denpasar Ir. Gede Ambara Putra, pihaknya baru saja melakukan pendataan dengan digitasi dan survei lapangan bekerja sama dengan Universitas Udayana (Unud). Menyusutnya lahan pertanian (sawah) disebabkan alih fungsi lahan pertanian yang tak terbendung. Lahan pertanian dijadikan perumahan, jasa akomodasi dan jasa perdagangan.
Saat ini beberapa subak sudah menerapkan awig-awig yang melarang alih fungsi lahan pertanian untuk perumahan. “Kalau menjual masih tetap bisa, namun dilarang membangun di tanah itu,” jelasnya, Jumat (18/10).
Pihaknya juga membentuk Subak Lestari. Di subak ini, para petani dibantu sarana dan prasarana bidang pertanian seperti pembuatan jalan usaha tani (JUT), bantuan benih bibit dan saprodi. Dengan sisa luas lahan pertanian yang masih ada, Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Pertanian bisa merancang kebutuhan pupuk dan Lahan Pangan Pertanian Berkelanjutan (LP2B). ”Data digitasi diambil mulai tahun 2019 ini dan bisa ada perubahan setelah lima tahun. Kami targetkan lima tahun ke depan sudah memiliki data yang pasti guna merancang yang lainnya,’’ ucapnya.
Salah satu program yang dilakukan yakni membuat jalan usaha tani di beberapa subak. Jalan ini juga bisa dijadikan tempat untuk jogging track oleh masyarakat. Dampaknya bagi petani cukup signifikan. Harga gabah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Karena itu, pihaknya memastikan program ini akan terus berlanjut. Beberapa subak yang sudah ada jalan usaha tani, di antaranya Subak Sembung dan Subak Intaran. (Asmara Putra/balipost)